Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis pagi, melemah sebesar delapan poin menjadi Rp9.070/9.078 per dolar AS dibanding hari sebelumnya akibat profit-taking oleh pelaku pasar.
"Pelaku lokal mulai melakukan aksi ambil untung (profit-taking) dengan melepas rupiah, setelah mata uang lokal itu sejak pekan lalu menguat hingga menembus level Rp9.100 per dolar AS," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan koreksi harga terhadap rupiah dinilai wajar, namun faktor fundamental ekonomi makro Indonesia yang cukup kuat mampu menahan gejolak rupiah yang akan terkoreksi lebih lanjut.
"Kami optimis pasar masih akan mendukung pergerakan rupiah, meski saat ini mata uang lokal itu terkoreksi," katanya.
Rupiah, menurut dia, masih berpeluang untuk menguat hingga mendekati level Rp9.000 per dolar AS, asalkan Bank Indonesia (BI) tidak masuk ke pasar melakukan intervensi pasar.
Karena pasar saat ini masih cenderung untuk mendorong rupiah terus menguat hingga mendekati level tersebut, namun ada pebisnis yang lebih suka rupiah di atas Rp9.000 per dolar AS, katanya.
Jadi, lanjut Kostaman, penurunan rupiah saat ini terjadi hanya sesaat saja, namun pada sesi berikut diperkirakan akan kembali menguat.
Apalagi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri cenderung makin membaik dengan laju inflasi yang terus melemah, sehingga kecenderungan turunnya tingkat bunga kredit bank akan terus terjadi yang pada gilirannya akan memicu pendapatan negara semakin membaik, katanya.
Melemahnya rupiah, katanya, karena dolar AS menguat hingga di atas 117 yen sehubungan dengan pengumuman data penjualan ritel untuk November yang lebih kuat dari perkiraan, sehingga menyusutkan ekspektasi awal penurunan suku bunga oleh Federal Reserve.
Penjualan ritel AS naik 1,0 persen pada November -- peningkatan tertajam sejak Juli -- menyusul tiga bulan melemah.
Hal itu menyokong keyakinan Federal Reserve AS bahwa ekonomi sedang mengahadapi penguatan moderat dan memperkirakan kemungkinan Natal sebagai pijakan awal.
Meski demikian, rupiah masih berpeluang untuk menguat lagi, karena dukungan faktor fundamental masih tetap kuat, katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006