Jakarta (ANTARA News) - Ketua Misi Pemantau Pemilu (EOM) Uni Eropa Glyn Ford memuji keberhasilan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) meski terdapat berbagai permasalahan. "Sejauh ini kami melihat proses pemilihan berjalan dengan baik, transparan, kompetitif, dan damai," katanya pada konferensi pers di Jakarta, Rabu. Menurut dia, pada saat pemilihan berlangsung para pemilih hadir dalam jumlah yang besar secara teratur dan tertib serta menunjukkan komitmen terhadap konsolidasi perdamaian dan demokrasi. Selain itu, para pemilih dapat mengekspresikan pilihannya secara bebas, baik untuk pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Ford yang juga pernah berkunjung pada Pemilu 2004 mengatakan, pada Pilkada Aceh terjadi perubahan besar baik di bidang keamanan maupun kesejahteraan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Selain itu, tingkat partisipasi Pilkada NAD ternyata mencapai 20 persen lebih tinggi dari rata-rata tingkat partisipasi Pilkada di propinsi lainnya. Ia mengemukakan, keberhasilan dalam melaksanakan pemilu di Aceh bukanlah keberhasilan dari kelompok tertentu, tetapi merupakan keberhasilan semua rakyat Aceh. "Saya berharap pemilihan ini menjadi pelajaran agar anggota kelompok bersenjata lainnya meninggalkan perlawanannya dan menggunakan cara-cara demokratis," ujar Ford. Namun demikian, dia mengungkapkan terdapat berbagai permasalahan yang timbul antara lain pendaftaran pemilih, intimidasi, kerahasiaan surat suara, dan politik uang. Mengenai banyaknya orang yang tidak terdaftar dalam Pilkada, Ford menilai karena adanya peraturan yang mengharuskan pemilih berdomisili di NAD selama enam bulan sebelum pendaftaran. Hal itu menyebabkan banyak mantan anggota GAM yang kembali dari luar negeri tidak dapat ikut memilih karena tidak memenuhi jangka waktu tersebut. "Saya sendiri terkejut dengan peraturan itu. Namun karena itu adalah sesuatu yang telah disepakati bersama sejak awal oleh semua pihak, maka peraturan itu harus tetap dijalankan," katanya sambil merekomendasikan agar mereka yang belum terdaftar dapat diikutsertakan dalam pemilu Gubernur putaran kedua, bila diperlukan adanya putaran kedua, dengan mengadakan semacam pendaftaran tambahan. Namun, Ford menegaskan bahwa tidak terdaftarnya sejumlah pemilih bukanlah disebabkan alasan yang bersifat politis seperti untuk menguntungkan salah satu calon kepala daerah karena tidak ada indikasi ke arah tersebut. Mengenai intimidasi, EOM mencatat dari 310 TPS yang dipantau pada Pilkada terdapat empat TPS yang melaporkan adanya intimidasi, tiga diantaranya terjadi di luar lingkungan TPS dan satu di dalam lingkungan TPS. EOM juga mengindikasikan sekitar 15 TPS melaporkan adanya ancaman pada kerahasiaan surat suara. Namun, 94 persen TPS lain yang dipantau tidak mengindikasikan hal tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006