Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin berharap sebelum dipublikasikan atau dijadikan sebagai materi ajar di Sekolah, buku Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat direview terlebih dahulu oleh Pihak Kementerian Agama.
“Setidaknya sebelum dipublish, direview oleh Kemenag,” demikian ditegaskan oleh Kamaruddin Amin saat dimintai tanggapannya terkait adanya materi buku PAI kelas XI SMA yang isinya berbau kekerasan, Sabtu (21/3).
Buku PAI kelas XI SMA yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengandung materi yang berbau kekerasan. Halaman 78 buku ini misalnya, menjelaskan bahwa orang yang menyembah selain Allah atau nonmuslim boleh dibunuh. Buku itu juga memuat materi intoleransi. Akan hal ini, pihak Kemendikbud menyatakan akan segera menarik buku tersebut untuk direvisi.
Pembinaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah menjadi salah satu tugas Kementerian Agama. Namun demikian, Kamaruddin mengaku bahwa secara kelembagaan Kemenag tidak terlibat dalam penyusunan buku PAI di sekolah. “Semua di bawah tanggung jawab Puskurbuk Kemendikbud karena di sekolah,” jelas Kamaruddin Amin sebagaimana dikutip kemenag.go.id.
Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini juga berpandangan sama bahwa buku PAI itu harus ditarik karena bertentangan dengan substansi ajaran Islam, berpotensi memecah belah umat, dan dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Karena buku tersebut diterbitkan oleh Kemendikbud, lanjut Kamaruddin, maka Kemendikbudlah yang harus menarik dan merevisinya.
“Kami sudah komunikasi dengan pihak Puskurbuk dan meminta agar menarik buku tersebut. Pihak Puskurbuk Kemendikbud sedang dalam proses merevisi,” katanya.
Kamaruddin berharap, agar sebelum dipublikasikan, buku PAI Sekolah agar direview terlebih dahulu oleh pihak Kementerian Agama. Menurutnya, guru-guru PAI juga berada di bawah pembinaan Kemenag sehingga seharusnya buku agama direview oleh Kemenag.
Dirjen Pendidikan Islam ini berasalan bahwa penyusunan buku agama di samping harus hati hati, juga harus dilakukan oleh mereka yang mempunya otoritas akademik dan berwawasan keagamaan yang luas karena akan berdampak sangat fundamental.
Di samping itu, penyusunan buku agama juga tidak bisa dilepaskan dari konteks ke Indonesiaan yang majemuk. “Agama harus diterjemahkan dalam konteks Indonesia, ini tentu tidak mudah, tapi harus dilakukan,” tegasnya.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015