Jakarta (ANTARA News) - Pihak industri bidang pangan memandang pemberian edukasi pada masyarakat soal gizi bisa menjadi satu hal penting untuk memperbaiki gizi anak di Indonesia yang berdampak pada pertumbuhan generasi yang semakin berkualitas.
"Intinya edukasi gizi. Masalah gizi bukan hanya melulu tidak punya uang, tetapi tidak punya pengetahuan. Edukasi gizi melalui channel media dan media sosial," ujar Head of Corporate Affairs Sarihusada, Arif Mujahidin, kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat (20/3).
Arif mengatakan, pemberian edukasi ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti diskusi rutin bersama pakar-pakar nutrisi dari dalam dan luar negeri misalnya, lalu menyebarkan informasi yang didapat melalui media dan media sosial ke masyarakat luas.
Di samping itu, bisa juga bekerja sama dengan pihak institusi pendidikan melakukan pelatihan soal gizi pada kader-kader posyandu dan PKK.
"Di swasta, yang bukan pembuat kebijakan, kita hanya bisa melakukan hal yang sesuai dengan kompetensi kita, misalnya, kita punya link ke salah satu produsen makanan dari luar negeri, mereka punya riset bagus, kemudian diadaptasi di Indonesia, supaya relevan dihadirkan juga pakar lokal, sehingga pas untuk anak Indonesia," kata dia.
"Kemudian, ke masyarakat kita langsung bertemu. Lalu, di IPB, kita kerjasama melatih kader-kader posyandu, ibu PKK, hadir juga ibu Lurah, Camat. Jadi ada yang langsung datang ke masyarakat, melalui LSM, media, universitas," tambah dia.
Menurut Arif, hal penting yang diharapkan dalam pemberian edukasi gizi ini ialah terjadinya perubahan pada sikap dan perilaku masyarakat.
"Memang bukan kontribusi langsung, tetapi harus dilakukan terus menerus. Karena intinya yang penting perubahan sikap dan perilaku," kata Arif.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, mengungkapkan, masalah gizi di Indonesia hingga kini masih memprihatinkan.
Hal ini terbukti dari jumlah balita stunting (bertubuh pendek) akibat kekurangan gizi yang tinggi, yakni mencapai 37,2 persen atau 8,8 juta pada 2013 lalu.
"Pemenuhan gizi seimbang terutama bagi calon ibu, ibu hamil, ibu menyusui dan balita terus diperlukan. Terutama difokuskan pada zat gizi yang masih defisiensi seperti protein, asam lemak esensial, zat besi, kalsium, yodium, zink, vitamin A dan D, serta asam folat," pungkas Hardinsyah.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015