"Angka ini lebih rendah dari sekitar 60 persen remaja Indonesia yang melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Sekitar lima persen dari 581 kasus HIV/AIDS remaja NTT terjangkit penyakit mematikan itu," kata Kepala Dinas Pendidikan Nusa Tenggara Timur, Piter Manuk, kepada wartawan di Kupang, Jumat.
Bukan cuma itu (survei PKBI), demikian Manuk, hasil baseline survei yang dilakukan OTMI pada 2014 dengan melibatkan 450 pelajar di 16 sekolah di NTT menunjukkan banyak remaja di masing-masng sekolah yang didatangi tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan hampir setengah dari 450 itu telah terekspos pornografi (dari internet dan media lainnya) dan melakukan aktivitas seksual.
Sekolah-sekolah itu tersebar di empat kabupaten, yakni Kabupaten Kupang, Belu, Manggarai, dan Manggarai Barat," katanya
Berangkat dari hasil survei itulah, OTMI terdorong untuk menyusun program "Mari Kita Bicara" yang didukung Program MAMPU hasil kerjasama Pemerintah Australia-Indonesia, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT.
"Mari Kita Bicara, merupakan sebuah program peningkatan kesadaran remaja dan komunitas mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas, serta peningkatan ketrampilan pengasuhan guru dan orang tua yang dicetuskan OTMI," katanya.
Sementara itu Direktur OTMI Imelda Theresia, mengatakan selain survei itu, hasil focus group discusion (FGD) dengan para siswa dan siswi, guru dan orang tua ditemukan fakta masih minim komunikasi pelajar, guru dan orang tua, adanya perbuatan video porno di salah satu SMP di Kupang dan ada kebanggaan siswi dapat berpacaran dengan tukang ojek dan sopir angkutan kota.
Bayangkan, kata Imelda Theresia, sejumlah siswa sekolah menengah pertama di Kabupaten Kupang, memproduksi film dewasa yang dibuat sendiri. Bahkan mereka melombakan film syur tersebut.
"Kami temukan ada siswa yang memproduksi film dewasa di tepi pantai, kemudian disebar ke teman-teman melalui handphone untuk dilombakan dengan teman-teman lainnya dan akan menyeksi film syur siapakah yang lebih layak," katanya.
Imelda Theresia yang saat itu didampingi Project Officer OTMI, Gracia Respati mengatakan film tersebut pertama diprakarsai oleh siswi sekolah menengah atas dengan melibatkan siswa-siswi di salah satu SMP di Kabupaten Kupang.
"Ini kejadian yang aneh dan langka karena itu, perlu diambil tindakan tegas dengan pengawasan ketat guru dan orang tua sejak dini agar tidak meluas dan menyebar ke sekolah lain, karena semakin merusak mental dan masa depan anak bangsa," katanya.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015