Sydney (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri konservatif Australia, Malcolm Fraser yang memimpin mulai 1975 saat Australia keluar dari krisis konstitusional terbesar di negeri itu, meninggal dunia pada Jumat dalam usia 84.
"Dengan penuh duka cita kami menyampaikan kabar bahwa John Malcolm Fraser meninggal dengan tenang setelah sakit sebentar, pada Jumat pagi 20 Maret 2015," demikian pernyataan mengenai kematiannya.
Almarhum meninggalkan seorang istri, Tamie serta empat orang anak.
Fraser dari Partai Konservatif Liberal, menjabat sebagai perdana menteri ke 22, setelah perwakilan Ratu Elizabeth II dari Inggris, memecat pemerintahan Gough Whitlam, pada November 1975.
Kepergiannya berselang lima bulan setelah kematian Whitlam, dari Partai Buruh dan orang yang digantikannya serta merupakan satu-satunya perdana menteri Australia yang pernah di depak dari kekuasaan.
Fraser ditunjuk menjadi pelaksana penggantinya dan meskipun keabsahannya dipertanyakan, politisi yang keji itu memenangkan pemilu sebanyak tiga kali dan menjabat hingga 1983.
Semasa jabatannya ia mengejar target mengurangi pengeluaran dan manajemen pajak yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ia juga dikenal sebagai sosok pendukung Hak Asasi Manusia yang mengatur peningkatan imigran asal Asia dan pelestari lingkungan yang melarang perburuan paus di Australia.
Fraser dikenal juga mendorong peningkatan hubungan diplomatik negerinya dengan Asia Timur dan Asia Tenggara sebelum kemudian digantikan oleh penerusnya, Bob Hawke dari Partai Buruh.
"Krisis konstitusional 1975 merupakan salah satu peristiwa politik yang menentukan di negara kita," kata PM Tony Abbott.
"Malcolm Fraser berpegang teguh pada keyakinan bahwa tindakannya adalah yang terbaik bagi kepentingan Australia. Ia penentu yang menghidupkan cahaya dan memulihkan keberuntungan ekonomi Australia."
"Kemenangan terbesar dalam sejarah Australia menegaskan bahwa ia membaca dengan tepat perasaan masyarakat."
"Ia sangat bangga akan pemerintahannya."
Mantan PM John Howard menyebut dia sebagai sosok pengabdi, profesional dan politisi andal.
Sebagai penentang apartheid, Fraser juga diketahui menjadi pendukung kuat reformasi di Afrika Selatan serta memainkan peran penting dalam usaha negara-negara persemakmuran untuk membantu kemerdekaan Zimbabwe.
Ia membentuk badan bantuan CARE Australia, membentuk Polisi Federal Australia dan membuat undang-undang pertama tentang Kebebasan Informasi dan membuka pintu lebar-lebar bagi manusia perahu Vietnam ke negeri itu.
"Kehidupan bermasyarakatnya meliputi prinsip-prinsip dasar penting bagi orang lain yaitu tidak ada tempat bagi perbedaan suku, warna dan tidak ada toleransi buat kekhususan berdasarkan kesukuan," kata mantan PM Paul Keating.
"Prinsip tersebut diterapkan pada seluruh kehidupan politiknya."
Fraser tetap berperan penting sebagai diplimat ulung setelah tidak menjabat, ia melobi bagi Australia untuk mendapatkan tempat khusus di Dewan Keamanan PBB ketika bertugas sebagai peninjau bagi kelompok Persemakmuran yang memantau pemilu di Pakistan, Tanzania an Bangladesh.
Pada 1988 ia mendapat tanda jasa Australia dan tahun 2000 memperoleh medali HAM Australia atas sikapnya yang mendorong HAM di dalam negeri dan internasional.
Belum lama ini ia juga sangat lantang sebagai pengecam mengenai masalah sukutradisional, pengungsi dan perang Irak dan memanfaatkan Twitter untuk menyuarakan pendapatnya.
Cuitannya akhir terakhir pada Rabu adalah "Tiba waktunya untuk visi baru Tiongkok," mengacu suatu kegiatan di Universitas Nasional Australia.
Fraser dilahirkan di keluarga kaya, lulusan Oxford pertama yang masuk ke parlemen pada 1955 dan menjadi menteri tentara tahun 1966, demikian AFP.
(Uu.M007)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015