"Itu ada dua kelompok 16 orang, yang 16 orang pertama (hilang) belum ketemu dan 16 kedua (yang ditahan) ini. Jadi, tidak jelas, kita tidak tahu yang mana itu."Jakarta (ANTARA News) - Pernyataan cukup mencengangkan disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen (Purn) Tubagus Hasanuddin.
Politisi PDI Perjuangan itu menyebutkan saat ini ada 514 warga negara Indonesia (WNI) telah bergabung dengan kelompok teroris yang menamakan diri Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Saat reses di Bandung pada Rabu (17/3), Sekretaris Militer Kepresidenan periode 2001-2005 pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputeri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menyatakan jumlah WNI yang bergabung ke ISIS berdasarkan informasi yang dia terima tetapi dia enggan menyebutkan nama dan asal daerah WNI yang telah bergabung di kelompok radikal itu.
Mantan ajudan Wakil Presiden Try Sutrisno (1996) dan ajudan Presiden BJ Habibie (1998-1999) itu hanya menambahkan bahwa dari 514 orang tersebut, empat orang diantaranya telah dinyatakan meninggal dunia dalam pertempuran di Timur Tengah.
Fakta mengejutkan juga ditunjukkan oleh Mahfouzt Firdaus, seorang ayah, yang mencoba bunuh diri dengan menenggak cairan pembasmi serangga di rumahnya di Kampung Babakan Ciparay RT 01 RW 06 Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Ia mencoba bunuh diri saat mendengar kabar bahwa anaknya, Asyahnaz Yasmin, ditangkap di Turki karena diduga simpatisan ISIS. Beruntung Firdaus dapat terselamatkan setelah dilarikan ke Klinik Umum Marlina dan mendapat penanganan medis dari dr. Indriyani Puspitasari yang praktik tak jauh dari rumahnya.
Asyahnaz adalah satu dari 16 WNI yang ditangkap di Turki.
Selain satu warga Kabupaten Bandung itu, terdapat lagi empat warga Kota Ciamis, Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan terus memantau perkembangan informasi bahwa sejumlah warga di wilayah kerjanya diduga bergabung dengan ISIS.
Aher, panggilan akrab Ahmad Heryawan, masih menelusuri apa motivasi warganya bergabung dengan kelompok bersenjata itu, apakah keberadaan mereka di sana karena direkayasa orang atau sadar sendiri. Mereka belum tentu masuk dalam kategori sadar berangkat sendiri. Mungkin saja diiming-imingi atau diajak orang.
Kementerian Luar Negeri masih melakukan pendalaman informasi terkait kabar 16 WNI yang hilang di Turki itu terkait ISIS. Pendalaman dilakukan dengan bantuan Polri, TNI, BIN, dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris.
Sebanyak 16 WNI diduga terpisah dengan rombongan tur selepas pemeriksaan Imigrasi Bandara Internasional Ataturk, Istanbul, Turki, pada 24 Februari, untuk menuju Suriah, negeri yang sedang dilanda perang saudara.
Mereka seharusnya berkumpul kembali dengan delapan anggota tur kelompok lainnya pada 26 Februari untuk melanjutkan perjalanan. Salah seorang dari 16 orang itu meminta rombongan untuk meneruskan tur tanpa mereka.
Pada 28 Februari, Konsulat Jenderal RI di Istanbul menerima laporan mengenai hilangnya WNI itu. Pada 3 Maret, yang seharusnya menjadi jadwal kepulangan ke Indonesia, mereka juga tidak muncul di Bandara.
Mereka terdiri atas tiga keluarga, seorang anak, dan dua orang yang tidak memiliki hubungan keluarga. Mereka berasal dari Lamongan (Jawa Timur) serta Bandung dan Ciamis (Jawa Barat).
Deradikalisasi
Sementara itu, kantor berita Reuters, memberitakan bahwa aparat keamanan Turki pada 12 Maret menangkap 16 WNI yang mencoba menyeberang ke Suriah tanpa menggunakan dokumen-dokumen yang resmi.
Rute yang ditempuh rombongan itu biasa digunakan para simpatisan ISIS namun Pemerintah Turki belum dapat memastikan apakah ke-16 WNI itu hendak bergabung dengan ISIS atau tidak.
Terkait berita hilangnya 16 WNI saat mengikuti tur dan rombongan WNI yang ditahan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan kedua kelompok tersebut berbeda rombongan.
"Itu ada dua kelompok 16 orang, yang 16 orang pertama (hilang) belum ketemu dan 16 kedua (yang ditahan) ini. Jadi, tidak jelas, kita tidak tahu yang mana itu," katanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa Pemerintah bisa mencabut hak kewarganegaraan bagi WNI yang terbukti bergabung dengan ISIS, apalagi ikut dan bergabung dalam perang dengan negara lain.
Dari belasan WNI yang ditangkap di Turki itu terdapat 10 warga asal Blimbing, Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Petugas gabungan dari TNI, Polri, serta Satpol PP Kabupaten Lamongan melakukan penyisiran di wilayah yang rawan pengaruh ISIS di wilayah itu. Kapolres Lamongan AKBP Trisno Ahmadi mengatakan penyisiran dilakukan untuk mendata warga pendatang sebagai upaya antisipasi penyebaran dan pengaruh buruk kelompok ISIS.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyebutkan bahwa Poso, Sulawesi Tengah, bukan menjadi satu-satunya wilayah para simpatisan ISIS. Wilayah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan juga ditengarai menjadi kantong para simpatisan ISIS.
Polri belum memiliki instrumen penegakan hukum terhadap simpatisan ISIS yang belum melanggar hukum.
"Tetapi bagi mereka yang sudah melanggar hukum, tentu akan kami tindak sesuai dengan UU," katanya.
Polri bekerja sama dengan para ulama di berbagai daerah untuk melakukan upaya deradikalisasi terhadap orang-orang yang teridentifikasi sebagai simpatisan ISIS serta masyarakat yang telah terekspos paham radikal.
Walaupun menamakan diri Negara Islam, ISIS tidak identik dengan ajaran Islam. Bahkan sangat bertentangan. Islam merupakan ajaran agama sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin) sedangkan ISIS menebar perang dan kebencian serta melakukan pembunuhan dan teror.
Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015