Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk menyelesaikan kendala lahan yang akan digunakan untuk investasi pengolahan garam oleh PT Cheetam Garam Indonesia di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
"Kami akan meminta Bupati Nagekeo mau datang untuk membicarakan hal ini, tentunya dengan Menteri Agraria terkait kendala lahan ini," kata Direktur Industri Kimia Dasar Ditjen Basis Industri Manufaktur Muhamad Khayam di Jakarta, Rabu.
Khayam mengatakan, Cheetam membutuhkan lahan seluas 1.000 hektar untuk membangun industri garam di wilayah tersebut, namun sekitar 230 hektar di dalamnya masih belum dapat dibebaskan, karena lahan tersebut dibagikan untuk rakyat pasca-Reformasi Agraria.
"Kami minta yang 230 hektar, yang dibagikan ke rakyat itu dipindah ke luar lahan yang 1.000 hektar. Lahan tersebut juga terbilang tidak subur, jadi kami harap bisa dipindahkan ke lahan yang subur," kata Khayam.
Menurutnya, industri garam membutuhkan lahan yang tidak subur dengan musim kemarau yang lebih panjang dari musim hujan, di mana Kabupaten Nagekeo memiliki musim kemarau selama delapan setengah bulan, hampir sama dengan di negara pengekspor garam ke Indonesia yakni Australia.
Khayam mengatakan, apabila pembebasan lahan tersebut berhasil dilakukan, maka tidak hanya Cheetam yang akan berinvestasi pada industri garam, namun juga beberapa perusahaan seperti PT Rodamas dan PT Indofood.
Khayam menambahkan, dari beberapa investasi tersebut, diharapkan industri dalam negeri mampu memproduksi 1,5 juta ton garam dalam setahun dari total kebutuhan 2 juta ton garam setiap tahun.
"Ini program ekstensifikasi, istilahnya kalau bicara untuk swasembada, harus dimulai dari produksi dalam negeri. Dan ini terjadi kalau ada lahan minimal seluas 1.000 hektar," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Cheetam Garam Indonesia Arthur Tanudjaja mengatakan, apabila sudah mulai berproduksi, Cheetam akan menghasilkan 200 ribu ton garam setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Ditambah produksi plasma petani sekitar 20 ribu ton sampai 40 ribu ton. Jumlah ini bisa mensubtitusi impor garam, yang selama ini angkanya mencapai 2 juta ton. Namun, memang masih sangat kecil, hanya 10 persennya," ujar Arthur.
Menurutnya, dengan nilai investasi sekitar 25 juta hingga 35 juta dollar AS, perusahaan akan menyerap sekitar 100 orang pekerja.
"Kami berharap Kemenperin mengakselerasi persoalan lahan ini di tingkat 'high level'. Kami memberikan waktu hingga Juni 2015. Kalau jadi, ini akan mendukung swasembada garam," ujar Arthur.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015