"Kalau ada SVLK, selundupan kayu makin kecil. Sehingga banyak negara yang tidak menerima kayu ilegal. Sehingga, mereka mencari dari Indonesia," kata Taufik Gani di Jakarta, Selasa.
Taufik mengatakan, belum terjadi gangguan pada ekspor produk kayu saat ini, karena SVLK belum diberlakukan secara keseluruhan, namun apabila sudah diberlakukan, kemungkinan ekspor terganggu bagi industri yang belum memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK).
"Jadi akan terganggu apabila mereka belum SVLK. Oleh karena itu, harus memiliki S-LK. Jika ada kemauan, membuatnya itu mudah," kata Taufik.
Menurutnya, banyak lembaga sertifikasi kayu dari luar negeri di Indonesia untuk memverifikasi legalitas kayu tanah air sebelum adanya SVLK, sehingga dengan adanya SVLK maka biayanya cenderung lebih murah dan mudah.
Taufik menambahkan, pasar ekspor mebel Indonesia terbesar berada di Amerika Serikat dan Eropa, di mana kedua negara tersebut meminta agar negara pengekspor memiliki menggunakan SVLK.
Sementara itu, Direktur Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dwi Sudharto mengatakan, dengan memberlakukan SVLK, Indonesia membuka peluang pasar ekspor lebih besar untuk penjualan produk kayu.
"Karena kebanyakan negara-negara di dunia itu menginginkan kayu yang legal, untuk mendukung gerakan perubahan iklim juga, jadi Indonesia dengan SVLK akan membuka peluang pasar yang besar," kata Dwi.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015