Banda Aceh (ANTARA News) - Ketua misi pemantau pilkada Uni Eropa (UE), Glyn Ford, mengatakan bahwa telah terjadi sejumlah intimidasi selama pesta demokrasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang berlangsung 11 Desember 2006. "Selama penyelengaraan pilkada terjadi sejumlah intimidasi baik yang terjadi di luar Tempat Pemungutan Suara (TPS) maupun di dalam TPS," kata Glyn Ford di Banda Aceh, Selasa. Pernyataan itu disampaikan dalam jumpa pers mengenai kesimpulan awal dan hasil temuan awal selama misi pemantau UE memantau jalannya Pilkada di NAD. Lebih lanjut dia menjelaskan, terdapat 1,2 persen intimidasi yang di luar TPS, sedangkan di dalam TPS hanya satu kasus atau sebesar 0,4 persen dari 232 TPS yang dikunjunginya di tiga kabupaten/kota pada hari pencoblosan. Tiga wilayah yang dikunjungi Glyn pada Senin (11/12) yaitu Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Sigli Kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh. Namun Glyn tidak merinci jenis intimidasi yang terjadi dan terhadap siap intimidasi tersebut dilakukan karena hingga saat ini belum ada data konkret yang dimiliki tim UE. "Hingga saat ini kami belum menerima data konkretnya namun hasilnya diharapkan dalam dua hari ini sudah kami dapatkan," katanya. Tim UE menyayangkan adanya intimidasi dalam pilkada namun diyakini intimidasi tersebut tidak akan mengganggu proses yang sudah berjalan. Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh diharapkan proaktif untuk menangani masalah-masalah yang timbul selama penyelenggaraan pilkada dan harus punya interpretasi yang lebih luas dalam melaksanakan tugasnya. "Panwaslih masih gagal untuk mengawasi proses pilkada, kecuali untuk kasus tertentu karena tampak kurang didanai dan kekurangan kekuatan pelaksana yang efekif," demikian Glyn Ford.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006