Jakarta, (ANTARA News) - Pemanfaatan teknologi irradiasi kini semakin diperluas, salah satunya untuk meningkatkan keamanan pangan melalui pengendalian mikroba patogen dalam makanan termasuk mengurangi infeksi serangga dan memperpanjang masa simpan makanan. "Meski riset aplikasi irradiasi pada pangan sudah dimulai sejak 1950-an tetapi pemanfaatannya untuk pengawetan pangan masih sangat jarang," kata Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Dedi Fardiaz, di Jakarta, Selasa (12/12). Ia mengatakan, perlakuan irradiasi pada pangan berdampak positif dalam peningkatan keamanan pangan bila diterapkan sesuai dengan tujuan teknologi tertentu yang dibenarkan. Menurut dia, penggunaan teknologi irradiasi pada pangan bertujuan untuk mengendalikan mikroba patogen, mengurangi infeksi serangga, menghambat pertunasan, memperpanjang masa simpan, dan memperlambat pematangan buah. Dengan begitu teknologi tersebut dimungkinkan dapat menekan risiko penyebaran atau meluasnya patogen berbahaya yang dapat menyebabkan pandemi. "Apalagi sekarang perdagangan global terus meningkat karena kemudahan transportasi sehingga salah satu konsekuensinya kita harus menekan risiko penyebaran patogen dari berbagai tempat," katanya. Secara umum perlakuan irradiasi pada pangan menyebabkan sejumlah kecil ikatan kimia terputus. Meskipun demikian, pengaruhnya sangat besar bila terputusnya ikatan kimia tersebut terjadi pada DNA sehingga sel tidak lagi mampu berreplikasi. "Dengan demikian, perubahan kecil pada DNA bakteri, akan membunuh sel tersebut secara keseluruhan," kata Dedi. Akibatnya, perlakuan irradiasi itu akan menyebabkan destruksi serangga, inaktivasi parasit, memperlambat kematangan, dan mencegah perkecambahan. Menurut Dedi, penggunaan teknologi irradiasi harus sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Berdasarkan standar internasional atau codex 106-1983, Rev.1-2003, ada tiga sumber radiasi ionisasi yang dapat digunakan untuk pangan, yaitu sinar gamma dari radionuklida 60 Co or137Cs, sinar-X yang dipancarkan dari sumber yang dioperasikan pada atau di bawah tingkat energi 5 MeV, dan elektron yang dipancarkan dari sumber yang dioperasikan pada atau di bawah tingkat energi 10 MeV. "Dosis maksimum untuk pangan seharusnya juga tidak lebih dari 10 kGy, kecuali jika diperlukan untuk mencapai tujuan teknologi tertentu yang dibenarkan," katanya. Meskipun telah sejak lama ilmuwan mengetahui pemberian dosis radiasi dalam jumlah cukup dapat secara efektif membunuh bakteri patogen dan memperlambat kebusukan pangan, tetapi baru pada Desember 1997, FDA (Food and Drug Adminitation), AS, mengizinkan penggunaan irradiasi untuk daging. Radiasi dosis rendah dapat membunuh minimal 99,9 persen bakteri salmonella pada daging ayam dan dalam persentase yang lebih besar Escherichia coli 0157:H7 pada daging sapi giling. Irradiasi terbukti efektif untuk membasmi patogen utama yang menyebabkan kasus keracunan di Amerika Serikat, yaitu Eschericia colli, salmonella, dan campytobacter. Tercatat sebanyak 73.000 kasus keracunan per tahun terjadi di AS terkait E.colli, 1,4 juta kasus keracunan per tahun terkait salmonella, dan 2,4 juta kasus keracunan per tahun di AS terkait campytobacter. Akhir-akhir ini irradiasi pangan banyak diterapkan untuk meningkatkan sanitasi dan mencegah bakteri patogen.(*)

Copyright © ANTARA 2006