Balikpapan (ANTARA News) - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Arsitek bisa segera disahkan menjadi undang-undang dalam tahun ini.
"Janji Komisi V DPR RI memang demikian. Mudah-mudahan pada Agustus nanti, bersama dengan RUU Jasa Konstruksi," kata Sekretaris Jenderal IAI Satrio S Herlambang di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu.
Menurut Satrio, dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asian, Indonesia adalah pasar yang terbuka luas bagi negara-negara ASEAN lain. Sangat boleh jadi akan ada arsitek dari luar Indonesia yang turut menawarkan jasanya di Indonesia.
"Undang-undang itu kita perlukan terutama untuk melindungi konsumen, yaitu para pengguna jasa arsitek di dalam negeri," tegas Satrio.
Satrio menjelaskan, dengan undang-undang tersebut, para arsitek yang berpraktik di Indonesia harus mengikuti standar-standar yang digariskan undang-undang tersebut. Untuk arsitek asing, misalnya, harus sudah arsitek yang diakui oleh asosiasi arsitek di negaranya, baru bisa diterima berpraktik di Indonesia.
Sekjen IAI menambahkan, saat ini jumlah arsitek di Indonesia ada 15.000 orang. Dari jumlah itu, hanya sepertiganya yang menjadi anggota IAI atau 3.000 saja. Kemudian bila dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia yang mencapai 220.000 juta, maka perbandingannya adalah 1:83.000.
Satrio memberi contoh rasio yang dimiliki Tiongkok. Di negeri Tirai Bambu itu, yang penduduknya 1,5 miliar jiwa, rasio dengan arsiteknya 1:40.000. Jangan sebut lagi Italia, yang memang salah satu kiblat arsitektur dunia. Di Italia, rasionya 1:400. Angka perbandingan itu menandakan bahwa Indonesia masih memerlukan sangat banyak arsitek.
"Apalagi pemerintah sekarang fokus pada pembangunan infrastruktur, yang artinya memerlukan banyak arsitektur, baik sebagai perencana, perancang, atau konsultan," demikian Sekjen IAI Satrio S Herlambang.
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015