Keduanya merupakan tiket masuk agar setiap tenaga ahli konstruksi bisa bekerja di seluruh negara ASEAN,"

Jakarta (ANTARA News) - Tenaga ahli konstruksi di Indonesia didorong memiliki sertifikat ASEAN Chartered Professional Engineer atau ACPE bagi konsultan dan ASEAN Architect atau AA bagi arsitek untuk memperkuat daya saing menghadapi MEA.

"Keduanya merupakan tiket masuk agar setiap tenaga ahli konstruksi bisa bekerja di seluruh negara ASEAN," ujar Kepala Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi Kemenpupera Doedoeng Zenal Arifin di Jakarta, Rabu.

Prasyarat utama untuk mendapatkan sertifikat tersebut adalah pengalaman kerja minimal tujuh tahun di bidang konstruksi yang dua dari tujuh tahun tersebut merupakan pengalaman bersifat teknis yaitu sebagai perencana, pelaksana, maupun pengawas.

Selain itu, sebelum mendaftar untuk sertifikat ACPE atau AA, setiap ahli konstruksi harus terlebih dulu memiliki sertifikat nasional yaitu Sertifikat Keahlian (SKA).

Yang berhak mengeluarkan sertifikat ACPE dan AA adalah Coordinating Committee of Services (CCS) yang beranggotakan perwakilan ahli konstruksi dari 10 negara anggota ASEAN.

"Sampai saat ini baru sekitar 300 orang dari 237 juta penduduk Indonesia yang sudah memiliki sertifikat tersebut," kata Doedoeng.

Jumlah tersebut cenderung rendah dibandingkan negara anggota ASEAN lain seperti Singapura yang memiliki 218 orang tenaga ahli bersertifikat dari total lima juta penduduknya, atau Malaysia yang memiliki 208 tenaga bersertifikat dari 28 juta penduduknya.

Pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan Indonesia harus memiliki 10 ribu tenaga ahli konstruksi bersertifikat ASEAN.

Untuk itu, pada Rabu ini Ditjen Bina Konstruksi Kemenpupera bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi DKI Jakarta, Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) DKI Jakarta, Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (INTAKINDO) DKI Jakarta, dan Pemprov DKI Jakarta mengadakan workshop dengan tema "Menyiapkan Engineer dan Konsultan Nasional dalam Menghadapi MEA 2015" untuk meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi aplikasi para engineer untuk memperoleh sertifikat lingkup ASEAN.

"Indonesia dengan PDB mencapai 876,72 miliar dolar AS menguasai sekitar 38 persen aktivitas perekonomian ASEAN. Ini menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat menarik bagi para investor bidang konstruksi," kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S. Priatna dalam acara tersebut.

Agenda pembangunan infrastruktur Indonesia 2015-2019 senilai Rp5.500 triliun, menurutnya, ikut menambah daya tarik yang luar biasa bagi para engineer asing untuk mengembangkan usaha mereka di Indonesia.

"Untuk itu kita harus mengusahakan agar SDM bidang konstruksi kita cukup mampu bersaing dengan tenaga asing melalui proses sertifikasi ASEAN ini," katanya.

Pada Desember 2015 akan diberlakukan MEA yang akan terjadi "free flow investment" dan "free flow of goods and services". Ada delapan sektor jasa yang telah disepakati dalam kerangka "Mutual Recognition Arrangement" (MRA) di lingkungan ASEAN, dua diantaranya terkait dengan bidang konstruksi yaitu arsitek dan engineer.

Untuk bidang engineer telah disepakati adanya persyaratan sertifikat ACPE bagi engineer dan AA bagi arsitek yang akan bekerja di lingkungan ASEAN.

Pewarta: Yashinta DP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015