Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya akan kembali dikaji dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perhubungan, dan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).
"Nanti kita akan melakukan pembahasan dengan Menteri PPN/Bappenas, Kementerian Perhubungan, dan BPPT," kata Indroyono di sela-sela Lokakarya Nasional "Maritim, Listrik dan Pengelolaan Mineral Kemenko Maritim" di Jakarta, Rabu.
Indroyono belum mau merinci aspek-aspek yang akan dibahas. Ia hanya mengatakan bahwa semua hal yang berkaitan akan dikaji, termasuk soal pipa minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) yang melintas di lokasi pelabuhan tersebut.
"Kita sudah punya semua kajiannya, nanti akan kita bahas segera," katanya.
Pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat, masih menuai kontroversi, baik dari segi efektivitas logistik, energi, lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.
Salah satu yang menolak rencana proyek pelabuhan di kawasan Cilamaya adalah PT Pertamina Persero karena mengancam keberlangsungan produksi minyak sebanyak 40.000 barel minyak per hari dan gas 200 juta kubik feet per hari (MMSCFD).
Menurut Manajer Media Pertamina Adiatma Sardjito hal itu sama dengan pemasukan APBN akan berkurang Rp21 triliun per tahun jika ONWJ ditutup.
"Di bawah laut itu ada pipa migas 1.900 kilometer atau tiga kali jarak Jakarta-Surabaya, terbayang bagaimana ruwetnya dan kalau terbakar susah matinya," katanya.
Selain itu, menurut Adiatma, jika ONWJ dihentikan, maka akan menghentikan pasokan gas ke Pupuk Kujang, Kilang Minyak Balongan, industri keramik serta PLN yang melayani Jakarta dan sekitarnya.
Dia meluruskan pihaknya bukan tidak mendukung pelabuhan Cilamaya dibangun, namun ia meminta agar lokasinya digeser sejauh lebih dari tiga kilometer.
Sementara itu, warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Pembangunan Cilamaya (Gemas) meminta pemerintah untuk mengkaji pelabuhan di wilayah tempat pencahariannya tersebut.
Ketua Kelompok Tani Cilamaya Kulon Ahmad Atoilah mendesak DPR mengupayakan nasib petani dan nelayan yang terancam di kawasan tersebut.
Nelayan di Cilamaya, Masnuhi, mengatakan di sekitar tempat yang akan dibangun pelabuhan tersimpan kekayaan alam berupa terumbu karang yang terancam akan hancur apabila pelabuhan jadi dibangun.
"Semua membicarakan aset, padahal aset terpenting negara adalah warga negaranya, manusia, kita-kita ini," katanya.
Namun, Kementerian Perhubungan akan tetap melanjutkan proyek senilai Rp34,5 triliun itu.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan konsultan Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan adanya pelabuhan Cilamaya bisa menurunkan biaya logistik karena jarak ke Tanjung Priok lebih jauh 70 kilometer dibanding Cilamaya hanya 30 kilomter ke pusat industri di Karawang.
Dengan demikian, bisa mengurangi kemacetan karena volume kendaraan yang melintas Jabodetabek akan menurun, sehingga bisa mengurangi konsumsi BBM bersubsidi.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015