Jakarta (ANTARA News) - Seekor gurita Antartika yang hidup di air es menggunakan sebuah strategi unik untuk mengangkut oksigen di dalam darahnya, demikian penelitian yang diterbitkan "Frontiers in Zoology" yang dikutip situs ScienceDaily.
Penelitian tersebut menunjukkan pigmen khusus dalam darah gurita membantunya lebih tahan terhadap perubahan cuaca daripada ikan Antartika dan spesies gurita lainnya.
Samudera Antartika adalah rumah bagi berbagai fauna yang berbeda-beda meski memiliki suhu tak ramah yang mendekati membeku.
Meski sulit mengirim oksigen ke jaringan dalam keadaan dingin karena lebih rendahnya difusi oksigen dan naiknya kekentalan darah, air es dingin sudah mengandung oksigen larut dalam jumlah yang banyak.
Pada ikan Antartika, hal itu mengurangi kebutuhan untuk secara aktif mengangkut oksigen oleh pigmen darah (contoh: haemoglobin), namun sedikit yang tahu tentang adaptasi yang dilakukan oleh gurita berdarah biru untuk mempertahankan asupan oksigen di udara dingin.
Pengarang utama dalam penelitian, Michael Oellermann dari Alfred-Wegener-Institute, Jerman mengatakan "Ini adalah penelitian pertama yang menyuguhkan bukti nyata bahwa pigmen darah biru gurita, haemocyanin, mengalami perubahan fungsi untuk meningkatkan asupan oksigen ke dalam jaringan pada suhu di bawah nol.
Hal ini penting karena menggarisbawahi reaksi yang sangat berbeda dibanding apa yang terjadi pada ikan Antartika pada kondisi dingin di Samedera Selatan.
Hasilnya juga menyiratkan karena asupan oksigen yang meningkat oleh haemocyanin pada suhu yang lebih tinggi, gurita jenis ini mungkin secara fisiologis bisa mengatasi pemanasan global lebih baik daripada ikan Antartika.
Gurita memiliki tiga jantung dan pembuluh darah kontraktil yang memompa "haemolymph" yang sangat kaya dengan oksigen biru mengangkut protein haemocyanin (serupa dengan haemoglobin di vertebrata).
Untuk menemukan jawaban apa yang membuat haemocyanin gurita Antartika bisa beradaptasi dengan sangat bagus di air dingin, para peneliti mengumpulkan dan menganalisa haemolymph dari sekian banyak gurita Antartika spesies Pareledone charcoti, dan dua spesies gurita yang dikumpulkan dari iklim yang lebih hangat - gurita Australia Tenggara "pallidus" dan gurita Mediterania "Eledone moschata".
Gurita Antartika "Pareledone charcoti" memiliki konsentrasi haemocyanin yang jauh lebih tinggi dalam darah mereka - setidaknya 40 persen lebih banyak dibanding spesies lain, dan menduduki peringkat di antara level tertinggi dari gurita manapun.
Para peneliti mengatakan konsentrasi pigmen darah yang tinggi tersebut kemungkinan kompensasi dari buruknya kemampuan haemocyanin untuk mengeluarkan oksigen ke jaringan saat di lingkungan yang dingin, dan bisa membantu menjamin pasokan oksigen yang cukup.
Haemocyanin pada gurita Antartika juga ditemukan untuk mengirim oksigen bolak-balik antara ingsang dan jaringan jauh lebih baik pada suhu 10 derajat Celcius dari pada 0 derajat Celcius.
Pada suhu 10 derajat Celcius, haemocyanin gurita Antartika memiliki potensi melepaskan jauh lebih banyak oksigen (rata-rata 76,7 persen) dari pada gurita air hangat; "Octopus pallidus" (33 persen) dan "Eledone moschata" (29,8 persen).
Kemampuan itu bisa membantu gurita Antartika mentoleransi suhu yang lebih hangat di samping suhu dingin, dan bisa saja bertautan dengan gaya hidup "Pareledone charcoti" yang juga dilaporkan hidup di air dangkal yang lebih hangat dan kolam batu.
Mengingat kecenderungan pemanasan yang kuat di Semenanjung Antartika, "Pareledone charcoti " mungkin saja pada akhirnya memperoleh manfaat dari kemampuannya untuk menyesuaikan asupan oksigen dalam darah ke suhu yang lebih berbeda dari spesies lainnya, antara lain, termasuk ikan Antartika.
Penemuan-penemuan baru menunjukkan bagaimana pigmen darah haemocyanin pada gurita dapat mendukung pasokan oksigen baik di lingkungan yang dingin maupun hangat, dan dapat membantu menjelaskan mengapa gurita jumlahnya bisa bertahan sangat banyak di spektrum luas dari relung ekologi.
Sementara "haemocyanin " terbukti penting bagi gurita Antartika, wawasan lebih lengkap diperlukan untuk memprediksi nasib gurita pada pemanasan lautan.
Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015