Singapura (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun dalam perdagangan di Asia, Selasa, karena para dealer mempertimbangkan penguatan dolar AS dengan berlanjutnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang kaya minyak mentah, kata para analis.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 11 sen menjadi 49,89 dolar AS per barel, sementara Brent berkurang 35 sen menjadi 58,18 dolar AS per barel pada perdagangan sore.
United Overseas Bank Singapura mengatakan minyak masih di bawah tekanan karena dolar AS yang menguat "diimbangi ketegangan geopolitik dan ancaman penurunan produksi di Libya dan Irak".
Greenback telah melonjak setelah laporan positif pekerjaan AS untuk Februari pada Jumat lalu, mendorong ekspektasi kenaikan suku bunga lebih awal dari perkiraan.
Dolar berdiri di 121,68 yen pada Selasa, naik dari 121,15 yen pada Senin dan sedang menuju tingkat tertinggi delapan tahun.
Sebuah penguatan greenback membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lemah, mengurangi permintaan dan mendorong harga lebih rendah.
Pertempuran intensif di produsen minyak mentah Libya antara milisi saingan dan munculnya kelompok Negara Islam di sana tahun ini telah menimbulkan kekhawatiran penyebaran lintas batas di negara-negara tetangga.
Pertempuran di negara Afrika Utara, anggota dari kartel produsen minyak OPEC, telah mengakibatkan produksinya berkurang dari setinggi hampir 1,5 juta barel per hari menjadi 150.000 barel, menurut analis.
Irak, anggota OPEC lainnya, juga berjuang melawan kelompok militan jihadis yang memelopori serangan pada Juni lalu, menyerbu daerah luas di Baghdad utara dan barat.
Data menunjukkan inflasi di Tiongkok, konsumen energi terbesar dunia, "rebound" pada Februari dari tingkat terendah dalam lebih dari lima tahun bulan sebelumnya diimbangi oleh kejatuhan harga di gerbang pabrik.
Inflasi harga konsumen melonjak menjadi 1,4 persen pada Februari, kata pemerintah, naik dari 0,8 persen pada Januari, meskipun indeks harga produsen turun 4,8 persen, angka terburuk sejak Oktober 2009, demikian AFP melaporkan.
(A026/B012)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015