"Saya dapat informasi dari televisi, kalau ada terpidana mati yang akan mendonorkan ginjalnya untuk yang membutuhkan. Jadi saya berinisiatif ke sini untuk mencari kuasa hukum terpidana mati itu," kata Sona kepada wartawan di Dermaga Wijayapura (tempat penyeberangan khusus Pulau Nusakambangan, red.), Cilacap, Selasa.
Ia mengaku telah bertemu salah seorang anggota tim kuasa hukum terpidana mati Raheem, Ursa Supit, pada hari Senin (9/3) untuk menyampaikan keinginan untuk mendapatkan ginjal itu.
Menurut dia, ginjal tersebut akan diberikan kepada kakaknya, Murjilah (43), yang tinggal di Way Kanan, Kabupaten Kota Bumi, Lampung.
"Kakak saya terdeteksi menderita gagal ginjal sejak tiga-empat bulan lalu. Dia harus cuci darah dua kali dalam seminggu di Rumah Sakit Abdul Moeloek, Lampung," kata pria yang akrab dipanggil Alan itu.
Kendati cuci darah itu gratis karena menggunakan layanan jaminan kesehatan masyarakat, dia mengatakan bahwa kakaknya terbebani oleh biaya perjalanan dari rumah ke rumah sakit karena harus menyewa mobil dengan harga Rp800 ribu hingga Rp1 juta sekali jalan karena kediaman yang jaraknya jauh dari rumah sakit.
Padahal, kata dia, suami Murjilah, Tumijo (47), hanya seorang petani dengan penghasilan yang minim.
"Sebagian tanah dan harta bendanya telah dijual untuk kebutuhan Murjilah. Saat ini yang tersisa hanya satu petak tanah dan rumah yang mereka huni," katanya.
Lebih lanjut, dia mengharapkan ginjal yang akan didonorkan Raheem cocok dengan Murjilah.
Sementara itu, Ursa Supit mengaku telah mendengar cerita tentang Murjilah dari Alan.
"Kami akan komunikasikan dulu dengan Raheem, dan koordinasikan dengan pihak terkait," kata dia yang juga pegiat hak asasi manusia.
Ia mengakui bahwa Raheem telah menyampaikan keinginannya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan menyumbangkan organ tubuhnya setelah dieksekusi mati.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015