Harusnya sekarang saatnya beli mobil, karena diskon banyak,."

Jakarta (ANTARA News) - "Jualan (mobil) saat ini berasa susahnya," kata seorang wiraniaga di sebuah dealer di Jakarta, baru baru ini.

Dalam beberapa bulan terakhir konsumen nampak menahan pembelian kebutuhan tersier, di tengah kenaikan harga bahan pokok dan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Akibatnya, stok mobil di dealer menumpuk karena produsen terus berproduksi. Apalagi dalam satu tahun terakhir banyak investasi otomotif sudah teralisasi dan berproduksi.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) total kapasitas produksi mobil di Indonesia telah mencapai 1,8 juta unit per tahun.

Sementara pasar mobil domestik tahun ini diperkirakan hanya sekitar 1,1 juta - 1,2 juta unit saja. Sedangkan ekspor diperkirakan juga tidak bergeming dari angka sekitar 200 ribu unit.

Dalam kondisi kapasitas produksi yang besar dan pasar yang stabil itu, stok mobil menjadi berlimpah, karena sejumlah produsen tidak ingin menurunkan produksi dan mendorong pasokan ke dealer.

Hal itu setidaknya terlihat dari data Gaikindo yang menunjukkan data penjualan whole sale (ke tingkat dealer) mencapai 94.617 unit pada Januari 2015, jauh lebih tinggi dari penjualan ritel yang mencapai 81.139 unit.

Akibatnya, pada Januari stok mobil di dealer naik 54 persen menjadi 36.576 unit dibandingkan Desember 2014 sebesar 23.630 unit.

Diskon
Kondisi itu membuat banyak agen pemegang merek (APM) melalui dealer mereka menerapkan strategi diskon besar-besar guna mengurangi stok mobil yang menumpuk.

"Harusnya sekarang saatnya beli mobil, karena diskon banyak," kata wiraniaga tersebut.

Namun itu pun, diakuinya, belum efektif mendorong pembelian karena konsumen nampaknya masih "malas" belanja mobil.

Strategi diskon besar-besar itu, sebenarnya juga berisiko rugi bagi APM di tengah gejolak nilai tukar rupiah yang kini menembus angka Rp13 ribu per dolar AS.

Selain itu, diskon besar biasanya diberikan untuk mobil yang diproduksi tahun 2014. Konsumen yang kritis biasanya enggan beli mobil tahun lalu karena bakal terkena depresiasi harga yang lebih rendah ketika ingin dijual kembali.

Apalagi karakteristik konsumen Indonesia masih menjadikan mobil sebagai salah satu sarana investasi.

Selain itu, waspadai juga dampak negatif lain berupa penurunan kualitas layanan purna jual karena dealer dan APM tidak memiliki anggaran yang cukup akibat tekanan arus kasnya.

Tidak semua
Namun, tidak semua APM mengambil langkah menggenjot diskon besar-besaran dan mendorong pasokan ke dealer untuk mendadani kinerja penjualan mereka.

Toyota, misalnya, sebagai pemimpin pasar otomotif di Indonesia, APM-nya PT Toyota Astra Motor (TAM) lebih memilih menyeimbangkan permintaan dan pasokan di tengah tren mendorong penjualan ke dealer.

"Masing-masing APM tentu mempunyai strategi dalam menghadapi situasi pasar saat ini. kami lebih memilih mengikuti dinamika pasar dengan mempertahankan keseimbangan pasokan dan permintaan agar tingkat efisiensi tetap tercapai," kata Wakil Presdir TAM Suparno Djasmin ketika ditanya soal kondisi pasar otomotif saat ini.

Di sela-sela bincang santai dengan sejumlah wartawan di Jakarta, belum lama ini, ia mengatakan strategi itu diambil pihaknya untuk menjaga pelayanan kepada konsumen tetap optimal.

Pihaknya berupaya menjaga stok agar tidak lebih dari angka 50 persen dari penjualan bulanan. Hal itu, diakuinya, membuat angka penjualan Toyota secara whole sale tidak mengalami pertumbuhan.

Pada Januari 2015 penjualan Toyota secara whole sale mencapai 27.166 unit, sedikit lebih tinggi dibanding Desember 2015 sebesar 27.123 unit.

"Konsekuensinya ya itu, pertumbuhan penjualan whole sale Toyota menjadi sangat terbatas," kata Abong, sapaan akrab Suparno Djasmin.

Strategi tersebut, lanjut dia, juga terkait dengan pasar mobil yang juga masih "lesu darah" tidak sesuai harapan. "Konsumen cenderung wait and see melihat situasi ekonomi dan politik saat ini," katanya.

Apalagi, kata dia, pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014u.

Tidak hanya Toyota, Daihatsu juga menerapkan strategi serupa. Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM) Amelia Tjandra mengatakan dalam situasi pasar yang lesu, pihaknya semakin memperhatikan keseimbangan pasokan dan permintaan, agar tidak terlalu membebani dealer.

"Kami berupaya menjaga kestabilan pasar agar tetap berjualan secara sehat sehingga tidak terjadi penumpukan mobil di dealer," katanya.

"Daihatsu tidak menerapkan strategi terus memasok mobil ke dealer meski permintaan sedang melemah atau daya beli menurun," sambungnya menegaskan.

Hal itu bisa terlihat pula dari penjualan whole sale dan ritel yang tidak jauh berbeda dalam sebulan terakhir. Berdasarkan data Gaikindo, pada Januari misalnya, penjualan whole sale Daihatsu mencapai 14.536 unit sedangkan penjualan ritel 14.701 unit.

Kendati pasar cenderung lesu, Abong maupun Amelia berharap pada bulan-bulan mendatang pasar akan membaik, meskipun Gaikindo memprediksi total penjualan otomotif tahun ini hampir sama dengan 2014. "Memang masih sulit memprediksi, kapan (pasar) bisa membaik," ujar Abong.

Namun demikian, strategi bertahan dan memenangkan pasar tetap harus dilakukan. Strategi Toyota dan Daihatsu tersebut bisa jadi yang terbaik untuk tetap sehat di tengah pasar yang lesu.


(T.R016/B/N002/N002)

Oleh Risbiani Fardaniah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015