Ambon (ANTARA News) - Puluhan aktivis perempuan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) berkumpul di Ambon, Senin malam, untuk menggelar perenungan memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women's Day - IWD) yang jatuh pada 8 Maret 2015.
"Malam perenungan ini untuk mengingatkan seluruh kaum perempuan akan pentingnya perjuangan bersama dalam menentang berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Maluku maupun Indonesia dan dunia," kata Direktur Yayasan Arika Mahina, Ina Soselisa, di sela-sela malam perenungan, dipusatkan di tribun lapangan Merdeka, Kota Ambon, Senin malam.
Malam perenungan memperingari Hari Perempuan Internasional tersebut digelar Yayasan Arika Mahina bersama Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Lappan) serta didukung yayasan BaKTI Makassar dan Komnas perempuan Jakarta.
Malam perenungan tersebut diisi dengan pemutaran empat film berdurasi pendek yang menceritakan tentang perjuangan kaum perempuan melawan kekerasan dan penindasan, serta perjuangan kaum perempuan yang menjadi korban konflik Ambon untuk bangkit dari penindasan dan keterpurukan.
Acara juga diisi pembacaan puisi untuk menginspirasi perjuangan kaum perempuan oleh sastrawan asal Maluku Rudi Fofid.
Sedangkan puncak acara perenungan yakni dilakukan pembakaran 1.000 lilin oleh para aktivitas perempuan di sekitar tribun Lapangan Merdeka Ambon.
Ina mengatakan, perjuangan kaum perempuan di Maluku untuk memerangi penindasan dan kekerasan terhadap sesamanya, tidaklah mudah karena kenyataan 10 tahun terakhir kehidupan kaum perempuan masih saja terbelenggu dalam rantai kekerasan baik yang dialami pada wilayah domestik (keluarga atau rumah tangga) maupun di ruang-ruang publik.
Malam perenungan tersebut juga disasarkan untuk mendorong kaum perempuan Maluku didorong untuk terus bergerak memperjuangkan kesetaraan dan keadilan (equality and justice) bagi seluruh masyarakat melalui perannya dalam keluarga, komunitas maupun di ranah-ranah publik.
"Kalangan aktivis berkomitmen mengkonsolidasikan gerakan kaum perempuan dengan lebih baik. sedangkan lembaga-lembaga layanan akan terus berjuang memberikan pendampingan dan advokasi bagi korban kekerasan terhadap perempuan (KTP) apapun bentuknya," ujarnya.
Sedangkan Direktur Lappan, Baihajar Tualeka mengatakan perhatian pemerintah, termasuk pemprov Maluku untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak belum dilakukan dengan baik.
Dia mencontohkan peraturan daerah (perda) Nomor 02 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasaan di Maluku baru disosialisasi setelah tiga tahun ditetapkan.
"Perda baru disodialisasikan padahal telah ditetapkan tiga tahun lalu. Secara subtantif perda ini dibuat untuk menjawab tanggung jawab negara memenuhi hak-hak korban. Jangan sampai kebijakan ini malah mendiskriminasi korban kekerasan," ujar katanya.
Baihajar menjelaskan, dalam tahun 2014 lembaga yang dipimpinnya telah menangani 145 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 35 kasus kekerasan seksual, 11 kasus pencabulan serta masing-masing dua kasus Insex (hubungan seks antara dua lawan jenis yang memiliki hubungan keluarga sangat dekat), dan pemaksaan aborsi serta 4 kasus pemaksaan pernikahan anak di bawah umur.
Berbagai kasus kekerasan ini berdampak sangat luas seperti penelantaran pendidikan dan ekonomi yang berujung pada masa depan anak-anak, trauma berkepanjangan dialami korban, terinfeksi penyakit HIV/AIDS hingga berujung kematian korban kekerasan.
"Persoalan kekerasan pada perempuan dan anak berakar pada diskirminasi gender. Budaya patriaki yang masih kuat di Indonesia menempatkan perempuan dalam posisi kedua di bawah lelaki. Selain itu, gaya hidup masa kini serta akses terhadap jejaring sosial yang terbuka luas turut mempengaruhi tingginya kasus kekerasan pada perempuan dan anak," katanya.
Sebagai solusinya, menurut Baihajar pendidikan perlu diterapkan kepada anak sejak dini dan Pemprov Maluku diharapkan dapat memasukkan kesehatan reproduksi (kespro) dalam kurikulum pendidikan agar anak-anak dapat belajar mengenali dan melindungi dirinya sendiri.
Dia berharap, malam perenungan tersebut, dapat menjadi dasar pijakan bagi seluruh kaum perempuan untuk bergerak dan bekerja bersama memerangi berbagai kasus tindak kekerasan terhadap kaum mereka di masa mendatang.
Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015