Doha (ANTARA News) - Inilah untuk ketiga kalinya secara berturut-turut, air mata atlet Indonesia menetes di atas pasir arena pertandingan voli pantai putra Asian Games. Delapan tahun lalu di Asian Games 1998 Bangkok, keindahan pantai Pattaya justru memberikan kenangan pahit bagi Agus Salim. Berpasangan dengan Irilkhun Shofana, Agus Salim melangkah mulus ke final dan medali emas sudah di depan mata ketika mereka sudah unggul dengan selisih sepuluh angka dan hanya membutuhkan satu angka lagi menghadapi Gu Hongyu/Li Hua dari China. Tapi secara perlahan namun pasti, Gu/Li mampu mengunci angka yang diraih Agus/Irulkhun. Emas yang sudah di depan mata pun melayang ke China. Kekalahan yang menyesakkan itu membuat Irilkhun sangat terpukul. Tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya. Sambil tertunduk di pinggir lapangan, air matanya pun menetes di atas pasir. Empat tahun kemudian di Busan, Agus Salim untuk kedua kalinya tampil di partai puncak, dan berpasangan dengan Koko Prasetyo Darkuncoro. Di final mereka berhadapan dengan Katsuhiro Shiratori/Satoshi Watanabe dari Jepang. Pertarungan ketat pun dan mendebarkan pun terjadi. Pertandingan final yang berlangsung di daerah wisata Pantai Haeundae itu sebenarnya berlangsung ketat dan terjadi saling mengejar perolehan angka dengan selisih keunggulan di masing-masing tim yang tidak pernah lebih dari tiga angka. Namun Agus/Koko akhirnya harus mengaku keunggulan pasangan Jepang yang di Asian Games 2006 ini gagal ke final dengan skor 27-29, 19-21. Usai pertandingan, Koko tampak sangat terpukul dengan kekalahan tersebut berjalan menunduk untuk menuju podium saat upacara penyerahan medali. Bahkan saat menuju ruang doping yang terletak sekitar 100 meter dari lapangan pertandingan, Koko masih belum bisa menghentikan isak tangis dan berjalan sambil menutup mukanya dengan handuk. Dengan sebelah tangan menutup muka, Koko memberi isyarat kepada salah satu kameramen televisi Indonesia agar tidak merekam dirinya. "Koko masih shock, jadi ia belum bisa memberikan keterangan," kata manajer tim Indonesia Cahya Azis kepada wartawan ketika itu. Disaat Koko masih dalam keadaan terpukul dan tidak bisa berkata apa-apa itu, sebaliknya Agus Salim tetap tegar dan "cuek" meski gagal untuk kedua kalinya itu. Sambil duduk dan memainkan pasir, Agus dengan tenang mengatakan bahwa ia sudah berusaha sekuat tenaga dan mengeluarkan seluruh kemampuannya, tapi tetap saja gagal. Bahkan Agus ketika itu berniat untuk mengundurkan diri saja sebagai atlet. Kegagalan yang pahit Namun kondisi yang terjadi di arena voli pantai Asian Games 2006 yang digelar di Sport City tersebut sungguh berbeda dengan dua Asian Games sebelumnya. Kali ini Agus, pria lajang kelahiran Mataram 16 Agustus 1973 itu sudah tidak bisa lagi "cuek". Untuk ketiga kalinya secara beruntun, Agus kembali gagal untuk meraih prestasi terbaik. Kali ini ia berpasangan Supriyadi, dan kekalahan itu terasa pahit karena terjegal di semifinal, bukan di partai puncak seperti sebelumnya. Langkah mereka dijegal pasangan Cina Zhou Shun/Li Jian melalui pertarungan set dan mendebarkan dengan skor akhir 23-25, 21-16, 13-15. Kegagalan itu pun terasa makin pahit karena Agus dan Supriyadi tampil dengan semangat dan optimistis lebih tinggi, mengingat perjalanan yang mulus dari babak awal. Kegagalan pasangan Indonesia lainnya, yaitu Andy Ardiansyah/Koko Prasetyo pada pertandingan semifinal sebelumnya, semakin menambah kesuraman kontingen Indonesia. Bahkan Ketua Umum KONI Pusat Agum Gumelar yang memberikan dukungan langsung, juga terlihat tercenung dari tempat duduknya di balkon kehormatan ketika smes keras Zhou Shun mengakhiri perlawanan duta bangsa itu. Untuk pertama kalinya, Agus pun tidak dapat membendung air mata yang mengalir. Sambil berjalan menunduk, ia pun langsung berjalan menuju ruang ganti, sementara Supriyadi untuk beberapa saat hanya berdiri terdiam di tengah lapangan. Agus yang biasanya tampak ceria dan selalu riang dalam memberikan keterangan kepada wartawan usai pertandingan, hanya memberi lambaian tangan lemah, pertanda tidak ingin diganggu. Supriyadi ternyata mengerti dengan kegalauan hati Agus dan mencoba mewakili rekannya itu saat diminta keterangan. Dengan sikap lebih tegar, Supriyadi berusaha menjawab pertanyaan tentang rekannya itu. "Ia benar-benar terpukul. Ia sudah bertekad tidak ingin gagal lagi untuk ketiga kalinya. Tapi sekarang malah sudah terjegal di semifinal, ini sungguh menyakitkan buat dia," kata Supriyadi, pria kelahiran Pasuruan 9 Juli 1973. Secara pribadi, Supri yang akrab disapa Supri itu mengatakan bahwa ia pun merasa bersalah karena tidak membantu mengantarkan Agus meraih cita-citanya. "Saya juga merasa bersalah karena telah gagal mewujudkan harapan buat Agus yang tampil untuk terakhir kali di Asian Games," katanya. Supri kemudian menegaskan bahwa Agus pantas bersedih karena kegagalan mereka adalah kegagalan bangsa Indonesia dan untuk itu ia memohon maaf karena tidak bisa memberikan harapan yang telah diberikan kepada mereka. Bagaimana pun juga, Agus sudah memberikan yang terbaik dan ia telah dikalahkan oleh pasangan kelas dunia. Semoga tidak ada lagi air mata yang menetes di arena voli pantai. (*)
Copyright © ANTARA 2006