Karbala (ANTARA News) - Bom mobil bunuh diri menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai puluhan orang lain dekat sebuah tempat paling suci Muslim Syiah Irak di kota Karbala di Irak tengah, Sabtu, beberapa pejabat mengatakan. Di tempat lainnya, serangan gerilyawan dan sektarian menewaskan 10 orang lebih. Salim Khadim, jurubicara bagian kesehatan Karbala, mengatakan bahwa enam pria tewas dan 47 orang yang lain luka-luka -- termasuk dua wanita dan satu anak -- dalam pemboman mobil itu, menurut jumlah awal. Pembom juga tewas, katanya, menyebut saksi yang mengatakan bahwa polisi lalulintas Mohammad Salem telah minta seorang motoris yang parkir di sebuah jalan pertokoan yang penuh sesak untuk pindah dan terhantam sebagian ketika mobil itu meledak. Ledakan itu terjadi pukul 11 waktu setempat (pukul 15 WIB) di jalan Al-Abbas, beberapa ratus meter dari makam Imam al-Abbas, tempat peristirahatan terakhir putera pendiri Islam Syiah dan salah satu pemimpin awal sekte tersebut. Beberapa mobil sipil dan satu jajaran toko terbakar. Meskipun ada asap tebal dan api, kerumunan penonton tumplek di tempat terjadinya ledakan itu tapi didorong mundur oleh polisi, yang mengkhawatirkan ledakan lanjutan, tanda serangan oleh sel bom mobil gerilyawan Irak. Pemerintah kota Karbala memerintahkan jalan ke kota itu ditutup untuk lalulintas dari kota lainnya, hanya mengizinkan warga untuk mengunjungi tujuan ziarah Syiah terkenal itu hingga situasi stabil. Serangan itu mungkin akan dipersalahkan pada esktrimis Sunni dan terjadi saat ada seruan Perdana Menteri Nuri al-Maliki yang Syiah akan konferensi rekonsiliasi untuk mengatasi kekerasan sektarian yang meningkat. Serangan bom di masjid Syiah dan warga sipil merupakan satu dari pendorong besar untuk menggerakkan putaran serangan balasan sektarian yang telah membawa negara itu ke pinggir perang saudara. Lebih dari 100 orang Irak tewas setiap hari dalam kekerasan gerilyawan dan sektarian dan pekan ini peninjauan kembaliatas strategi AS melukiskan seituasi itu sebagai "suram dan memburuk" serta memperingatkan ha itu dapat menjadi pemicu perang regional, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006