Kasus kematian 11 Orang Rimba di wilayah timur TNBD dianggap kasus tertentu yang sifatnya lokal karena jangka waktu terjadinya kematian tersebut dalam dua bulan,"
Jambi (ANTARA News) - Status kematian beruntun yang menimpa orang rimba di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi, bukan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kasubdit Kerjasama Kelembagaan Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial RI, Laude Taufik, di Jambi, Jumat, mengatakan, pemerintah belum menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus kematian 11 Orang Rimba di wilayah timur Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Sarolangun- Batanghari, Jambi, karena kematian itu dalam kurun waktu yang cukup lama.
"Kasus kematian 11 Orang Rimba di wilayah timur TNBD dianggap kasus tertentu yang sifatnya lokal karena jangka waktu terjadinya kematian tersebut dalam dua bulan," kata Taufik, saat jumpa pers di Jambi.
Kematian beruntun 11 Orang Rimba dalam dua bulan terakhir ini disebabkan kesulitan untuk mendapatkan pangan yang layak, serta kurangnya ketersediaan air bersih.
Namun kejadian ini ternyata mampu menyedot banyak perhatian dari beberapa instansi terkait. Bahkan Menteri Sosial langsung menurunkan tim nya untuk mengecek langsung ke lokasi tentang kebenaran kabar itu.
Ketika melihat langsung di lapangan, Taufik menceritakan jika kondisi orang rimba di TNBD memang berbeda dengan komunitas adat terpencil lainnya, keunikan orang rimba ini memaksa pemerintah untuk lebih jeli dalam membantu persoalan-persoalan yang ada di mereka.
Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan pangan di pemukiman orang rimba bukit 12 ini, Taufik menyebut akan memberikan anggaran khusus di Kementerian Sosial sebagai bentuk uang duka pada orang rimba.
Taufik juga berjanji akan membuatkan laporan dan memberikan masukan dalam Rancangan Undang-Undang tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat yang saat ini sedang dalam proses pembuatan.
Kepala Bidang Bina Pencegahan Penyakit dan Pengelolaan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Kaswendi mengakui lemahnya perhatian pemerintah terhadap orang rimba khususnya dalam bidang kesehatan.
Itu lanjut Kaswendi dikarenakan dinas kesehatan sebagai pelayan kesehatan tidak memiliki kewenangan lebih untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan, khususnya kemudahan khusus bagi orang rimba di masing-masing Kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
"Kami sebagai sektor pelayanan tidak bisa mendorong kebijakan khususnya kemudahan bagi orang rimba. Yang kami tahu jika ada BPJS, Jamkesmas atau Jamkesda akan kami layani," kata Kaswendi.
Sementara itu, Manager Program Pemberdayaan masyarakat KKI WARSI, Robert Aritonang mengatakan, kematian 11 orang rimba adalah bentuk kelalaian semua pihak yang tidak melihat orang rimba sebagai pihak yang mengambil bagian dari cepatnya pembangunan yang terjadi.
"Kita menggugah semua pihak untuk ambil bagian dalam memperhatikan nasib orang rimba ini. Jangan sampai orang rimba menjadi korban dari pembangunan. Dan saat ini KKI WARSI sudah mulai mengembangkan pembangunan terpadu untuk beberapa kelompok orang rimba. Kita mencoba melibatkan orang rimba dalam pembangunan tanpa menghilangkan jati diri mereka," katanya.
Sebelumnya, 11 orang rimba meninggal karena krisis pangan, mereka tersebar di tiga Kelompok bagian timur TNBD yaitu kelompok Terap yang dipimpin Tumenggung Marituha dan Tumenggung Ngamal, serta Kelompok Serenggam yang di pimpin Tumenggung Nyenong.
Saat ini mereka tengah dihantui kematian beruntun yang menyerang sejumlah orang di kelompok ini. Kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari dengan enam kasus kematian yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.
Kronologis kematian orang rimba dalam rentang beberapa bulan terakhir ini, juga dalam rangkaian "melangun" (berpindah). Melangun merupakan tabu kematian pada orang rimba, yaitu berpindah tempat hidup akibat kesedihan setelah ditinggalkan anggota kelompoknya, namun saat melangun, mereka tidak mendapat asupan makanan karena hutan sudah berganti lahan perkebunan.
Pewarta: Dodi Saputra
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015