Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta pekan depan diprediksi akan berada dalam kisaran antara Rp9.050/Rp9.100 per dolar AS, naik dibanding pekan sebelumnya Rp9.100/9.150, akibat melemahnya dolar AS terhadap mata uang utama dunia, seperti sterling, euro, dan yen. Pengamat pasar uang, Farial Anwar, di Jakarta, akhir pekan ini mengatakan melemahnya dolar AS di pasar dunia karena ekonomi AS yang cenderung melambat, sehingga defisit transaksi berjalan dan transaksi perdagangannya makin membengkak. Selain itu, tingkat suku bunga Federal Fund (Fed Fund) yang telah mengalami kenaikan 17 kali oleh Bank sentral AS (The Federal Reserve) dinilai sudah tinggi, bahkan cenderung pada awal tahun depan akan turun, katanya. Karena itu, lanjut Farial, para pelaku asing mencoba melakukan usahanya di dalam negeri dengan aktif bermain di pasar uang maupun di pasar modal Indonesia, karena masih memberikan hasil yang lebih baik ketimbang negara lain. Meski suku bunga BI rate oleh Bank Indonesia (BI) terus diturunkan untuk mendorong pembiayaan sektor riil menjadi 9,75 persen dari sebelumnya 10,25 persen, pergerakan rupiah tidak terpengaruh signifikan, katanya. Faktor utama yang membuat rupiah menguat, menurut dia, adalah ekonomi nasional tumbuh makin baik, yang terlihat dari indikator ekonomi seperti laju inflasi November 2006 turun menjadi 0,34 persen dibanding bulan lalu yang mencapai 0,86 persen. Rupiah, kata Farial, sebenarnya sudah bisa menembus level Rp9.000 per dolar AS, namun tertahan dengan masuknya Bank Indonesia ke pasar untuk menjaga rupiah tetap berada di atas kisaran Rp9.000 per dolar AS. "Kalau BI membiarkan (tidak masuk pasar), maka rupiah pada bulan lalu sudah berada pada level Rp9.000 per dolar AS, bahkan menembus level tersebut," katanya. Hal ini, menurut dia, karena menjaga kepentingan eksportir yang menginginkan rupiah tetap berada pada kisaran antara Rp9.100 sampai Rp9.150 per dolar AS. (*)
Copyright © ANTARA 2006