Secara sepintas pendidikan berbasis STEM hanya fokus pada aspek ilmu pengetahuan dan sains. Tapi secara lebih luas dapat digunakan untuk bidang lain dengan kaidah sains,"
Jakarta (ANTARA News) - Metode Sains Teknolologi Teknik dan Matematika atau "Science Technology Engineering and Mathematic" bertujuan untuk membentuk pola pikir siswa yang ilmiah, kata seorang peneliti.
"Secara sepintas pendidikan berbasis STEM hanya fokus pada aspek ilmu pengetahuan dan sains. Tapi secara lebih luas dapat digunakan untuk bidang lain dengan kaidah sains," kata peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia M Ikhlasul Amal di Jakarta, Kamis.
STEM, sambung dia, juga bertujuan agar siswa memiliki konsep berpikir ilmiah, berwawasan teknologi, memiliki kreativitas (rekayasa) tinggi, dan didukung oleh logika matematis yang kuat.
"Individu yang dididik dengan pendekatan STEM diharapkan memiliki "hard skill" dan diimbangi dengan "soft skill" karena dilakukan dengan pengajaran yang aktif yang meliputi komunikasi, kolaborasi, pemecahan masalah, kepemimpinan, dan kreativitas," jelas dia.
Kemampuan yang dimiliki kelak, lanjut dia, tidak hanya dibutuhkan dalam profesi-profesi yang bersinggungan erat dengan bidang STEM tapi juga lingkup profesi lainnya seperti dalam disiplin ilmu sosial dan seni.
Ikhlasul menerangkan, profesi-profesi yang berkaitan langsung dengan STEM merupakan profesi yang menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi suatu negara.
"Pembangunan ekonomi suatu negara tentu tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki namun harus ditopang dengan kemampuan untuk melakukan inovasi," papar dia.
Ikhlasul menguatkan pemaparannya dengan data dari Biro Statistika Tenaga Kerja Amerika Serikat pada 2011.
Menurut lembaga tersebut, di lingkup global, diperkirakan pada satu dekade mendatang lapangan pekerjaan STEM akan meningkat 17 persen.
Sementara pekerjaan non-STEM hanya menanjak 10 persen. "Sehingga kekurangan kualitas dan kuantitas SDM yang memahami disiplin ilmu
STEM akan menjadi penghambat pembangunan," Ikhlasul menyimpulkan.
Organisation for Economic Co-operation and Developments (OECDs) Programme for International Student Assessment (PISA) yang membandingkan raihan siswa usia 15 tahun dalam matematika dan sains, menemukan negara-negara yang berada dalam level atas adalah Tiongkok, Singapura, Taiwan, Korea, Finlandia, dan Swiss.
"Bukan suatu kebetulan kalau negara-negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa selama dua dekade terakhir," tukas dia.
Dia menambahkan negara-negara tersebut merupakan negara-negara yang pengembangan penelitian dan peningkatan "output" ilmiah-nya sangat pesat.
Sehingga sangat jelas kaitan antara sains, pendidikan universal dan pertumbuhan serta kesejahteraan ekonomi.
Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015