Magelang (ANTARA News) - Ritual tunggal oleh seniman Agus "Merapi" Suyitno bertajuk Nyai Kendit diharapkan menjadi permohonan doa masyarakat lereng Gunung Merapi agar banjir lahar dingin bukan sebagai bencana melainkan berkah bagi kehidupan mereka. Ritual tunggal dilakukan Agus di Kali Blongkeng yang aliran airnya berhulu di kaki Merapi, di dekat sebuah cekdam pembatas Desa Jerukan Kecamatan Dukun dengan Gatak Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang, Sabtu.Agus memajang sebuah lukisan kanvas bergambar Nyai Kendit, salah seorang di antara empat tokoh alam gaib puncak Merapi yang dipercayai masyarakat setempat, di tengah aliran Kali Blongkeng itu. Lukisan Nyai Kendit ini berupa gambaran seorang perempuan bergelung rambutnya dan mengenakan kebaya putih serta ikat pinggang kain warna hijau. Di kanvas itu juga digambarkan sejumlah makhluk Gunung Merapi dan lukisan Gunung Merapi yang sedang meluncurkan lahar dingin. Lukisan Nyai Kendit diletakan di tengah kali dengan topangan bambu, sekeliling bambu dihiasi dengan instalasi dari jerami, sedangkan di bawah kaki penyangga lukisan diletakan aneka sesaji seperti kembang tujuh warna, jajan pasar, buah-buahan, ikan goreng, nasi gurih, kemenyan, dan dupa. Suara riak aliran air Kali Blongkeng mengiringi ritual yang dilakukan Agus Merapi dengan gerakan performance art di dalam kali itu. Sesekali dia terlihat memakan kembang tujuh warna dan sebagian lainnya ditaburkan di atas kanvas. Properti ritual yang terdiri tulang kepala kerbau dan sebilah kayu diangkat Agus dengan kedua tangannya. Dia terlihat mengenakan surjan dan kain sarung itu menari-nari di sekitar lukisan, dan sesekali masuk ke dalam air. Berbagai ungkapan permohonan dilontarkan Agus terutama berisi doa agar banjir lahar dingin yang kemungkinan meluncur dari puncak Merapi hingga tempat itu tidak mengakibatkan bencana tetapi justru menjadi berkah melimpah bagi kehidupan masyarakat sekitar aliran kali itu. Sejumlah warga yang melintasi jalan di atas cekdam itu dengan berbagai kendaraan berhenti sejenak untuk menonton pentas ritual tunggal Nyai Kendit yang digelar Agus selama sekitar satu jam itu. Menurut Agus, empat tokoh alam gaib puncak Merapi adalah Kyai Petruk (lambang awan panas), Kyai Sapu Jagad (lahar dingin), Nyai Gadung Mlati (dewi kesuburan berupa abu Merapi) dan Nyai Kendit (air hujan). "Kalau Nyai Kendit dan Kyai Sapu Jagad kawin dan membikin pesta maka akan membawa lahar dingin. Nyai Kendit asalnya dari Laut Selatan berupa uap air tinggal di Merapi, Laut Selatan dengan Merapi ada hubungan magis. Air hujan bisa membawa lahar dingin turun dari puncak," kata Agus yang selama ini tinggal di sekitar aliran Kali Blongkeng. Ia mengatakan, kalau banjir lahar dingin dari puncak Merapi melewati aliran Kali Blongkeng jangan sampai menimbulkan musibah seperti peristiwa tahun 1963 yang mengakibatkan Dusun Jerukan dengan Gathak terpisah. Ketika itu, katanya, turun lahar dingin dengan membawa batu-batu relatif besar dalam kondisi masih panas, Kali Blongkeng menjadi semakin lebar karena diterjang material lahar dingin itu dan banyak warga setempat yang mengungsi untuk menghindari jatuhnya korban. Ia mengatakan, hingga saat ini Kali Blongkeng di sekitar desa itu belum terjamah penambangan material vulkanik dengan menggunakan alat berat. "Kita harapkan bersama, Sungai Blongkeng yang masih perawan hingga saat ini, belum terjamah penambangan alat, tetap dijaga lingkungannya. Orang di sekitar sungai kalau terjadi banjir harus menganggap sebagai rezeki dan mengambil pasir dan batu secara wajar," katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006