"Ini timingnya sudah pas, apalagi jasa jalan tol ini adalah jasa kena pajak sejak adanya UU PPN, yang pengenaannya ditunda sejak 2003, karena industri jalan tol masih baru," katanya dalam pemaparan kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Irawan menjelaskan pengenaan PPN tersebut sebelumnya ditunda karena industri jalan tol waktu itu masih belum menguntungkan. Menurut dia, saat ini merupakan waktu yang tepat, apalagi harga BBM rendah dan laju inflasi tidak terlalu tinggi.
"Waktu itu belum tepat, jadi baru tahun ini kita benar-benar serius mengenakan PPN, karena kita lihat harga BBM relatif rendah. Begitu juga dengan inflasi dua bulan ini, sehingga kita harapkan dampak pengenaan PPN ke inflasi tidak besar," ujarnya.
Irawan menambahkan aturan pengenaan PPN ini hadir dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang nantinya bersinergi dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terkait penerapan kenaikan tarif kepada konsumen.
"Memang kalau ada kenaikan PPN 10 persen, angkanya jadi keriting, misalnya tarif tol sebelumnya Rp8.000 nanti menjadi Rp8.800. Nanti ada aturannya supaya dibulatkan ke atas atau ke bawah. Ini nanti ada peraturan Menteri PU dan aturan untuk sisi teknis lainnya," katanya.
Mengenai usulan agar pemerintah menunda penerapan PPN ini karena konsumen belum siap, Irawan mengatakan hal itu sulit dilakukan karena belum tentu ada momentum yang pas seperti sekarang ketika harga-harga komoditas sedang menurun.
"Dari aturan bisa saja (diundur penerapannya), tapi kalau 'timing'-nya diundur bisa tidak terkontrol. Misalnya diundur hingga September, tapi waktu itu harga BBM atau inflasi sudah naik. Untuk itu, ini saat yang tepat, tapi kita mesti memitigasi pengaruhnya kepada inflasi," katanya.
Pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol ini merupakan salah satu dari rencana pemerintah untuk mencari potensi pajak dan mendorong penerimaan perpajakan yang ditargetkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp1.489,3 triliun.
Menurut perkiraan awal, pengenaan PPN sebesar 10 persen kepada para pengguna jasa jalan tol ini berpotensi menambah kas negara hingga mencapai kurang lebih Rp500 miliar.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015