Yogyakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta, agar masyarakat, terutama kalangan umat Islam, menghentikan polemik poligami yang dilakukan salah seorang kiai kondang, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).Sekretaris MUI DIY, KRT H. Kamaludiningrat, di Yogyakarta, Sabtu, mengatakan bahwa apabila polemik itu tidak segera dihentikan, maka dikhawatirkan akan mengganggu suasana kondusif bagi umat Islam sendiri.Selain itu, ia mengemukakan, sebagai umat Islam harus selalu berprasangka baik terhadap tindakan orang lain, termasuk terhadap Aa Gym yang kebetulan melakukan poligami. "Semestinya tidak boleh menghakimi dai manajemen qolbu ini," katanya.Menurut dia, sebagai muslim siapa pun harus mendudukkan masalah tersebut dengan kembali kepada risalah Al Quran dan Al Hadist yang menjadi pedoman seluruh umat Islam di dunia.Ia mengatakan, dalam perspektif Islam kebutuhan poligami bukan suatu kejahatan. "Masalah poligami ada dan diatur di dalam Al Quran, sehingga mestinya umat Islam meyakini kebenarannya," ujarnya.Terkait dengan pro dan kontra masalah poligami, ia menyatakan, ada kesan mendiskreditkan Al Quran. "Sebagai umat Islam, kita mestinya tidak ikut-ikutan, dan harus percaya bahwa wahyu Allah mutlak kebenarannya," katanya.Dengan merebaknya pendapat yang pro maupun yang kontra terhadap poligami, menurut dia, justru menimbulkan kesan bahwa poligami merupakan tindakan yang diharamkan. "Padahal, Allah membolehkan poligami, meskipun dengan syarat harus bertindak adil dalam berpoligami," ujarnya. Dikatakannya, jika dibanding prostitusi, isteri simpanan, perselingkuhan, kawin di bawah tangan, serta hal lain yang mengandung maksiat yang sifatnya sangat jahat dan merusak moral, maka berpoligami yang sah secara agama merupakan solusi yang baik."Bahkan, Undang Undang Perkawinan juga membolehkan seorang laki-laki kawin dengan perempuan lebih dari satu, meskipun dengan berbagai ketentuan maupun syarat, serta aturan yang cukup berat," demikian Kamaludiningrat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006