Pamekasan (ANTARA News) - KPK menyita rumah makan milik mantan Bupati Bangkalan RKH Fuad Amin Imron, tersangka suap minyak dan gas serta tindak pindana kasus pencucian uang, Rabu.
"Penyitaan rumah makan dilakukan setelah tim penyidik KPK melakukan penyitaan tanah di Desa Pangpong," kata Camat Labang, Achmad Suryadi, Rabu.
Penyitaan aset milik mantan Bupati Bangkalan, Madura, yang terletak di akses Jembatan Suramadu ini, menyita perhatian puluhan karyawan yang bekerja di rumah makan itu.
Suasana rumah makan bernuansa alam dengan 10 gazebo dan satu ruang utama di sisi barat itu selama ini memang nampak sepi dari pengunjung, terutama setelah santer terdengar kabar bahwa pemiliknya telah ditangkap KPK karena dugaan korupsi.
Saat enam orang tim penyidik KPK bersama polisi bersenjata lengkap datang, mereka langsung menghampiri petugas dan menanyakan keperluannya.
Salah seorang anggota tim penyidik KPK lalu menjelaskan, bahwa kedatangan mereka untuk menyita rumah makan bercat abu-abu milik Fuad Amin Imron itu, untuk kepentingan penyidikan.
Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut dari petugas rumah makan ini, tim penyidik KPK langsung memerintahkan beberapa orang pekerja untuk memasang papan penyitaan.
Usai menyita rumah makan ini, tim penyidik lalu bergerak menuju sejumlah lokasi lainnya, antara lain sebuah rumah di kampung Sorjen, Kelurangan Demangan, serta rumah mewah di Jalan Letnan Mestu Bangkalan yang dilengkap dengan kolam renang dan bagasi mobil bawah tanah.
Sementara, saat menyita tanah di Desa Pangpong, Kecamatan Labang, sempat terjadi protes oleh kepala desa itu, karena pemasangan papan salah, yakni sempat dipasang di tanah milik Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemprov Jatim.
Namun aksi protes itu tidak berlangsung lama, karena petugas segera memindahkannya.
Kasus suap Fuad Amin terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono pada 1 Desember 2014. Selanjutnya pada Selasa 2 Desember 2014 ini hari, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.
Fuad Amin saat menjabat sebagai bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).
Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.
Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.
Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.
Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan dalam kasus TPPU, Fuad Amin disangkakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015