rokok elektrik diperkirakan menjadi gateway drugs

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mengkhawatirkan penggunaan rokok elektrik justru memicu munculnya perokok baru.

"Kami khawatir rokok elektrik dapat meningkatkan daya tarik kepada perokok baru dari kalangan pemuda, sementara yang ingin berhenti justru semakin giat merokok," kata Lela Amelia Kepala Sub Bidang Pengawasan Rokok BPOM RI pada Diskusi Dampak Rokok Elektrik yang digelar Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) di Jakarta, Selasa.

Lela memaparkan data penelitian Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, menyebutkan pelajar merupakan pengguna terbanyak rokok elektrik yakni 4,9 sampai 9,7 persen dari total perokok. Sementara perokok elektrik di atas 18 tahun hanya 0,6 persen dari populasi itu.

Lela mengklaim pemasaran perangkat berbasis baterai dan alat pemanas untuk menguapkan berbagai zat cair secara bebas di internet membuat pengguna usia muda terus bertumbuh.
(Simak di sini, rokok elektrik bisa jadi kecanduan nikotin)

Menurut data CDC, lanjut Lela, jumlah perokok elektrik usia SMA di Amerika Serikat pada 2012 naik hampir dua kali lipat dari tahun 2011.

Rentannya usia muda menggunakan rokok elektrik juga dikhawatirkan menjadi pemicu penggunaan zat berbahaya lainnya.
(Baca di sini, pendapat Kepala Balitbang Kesehatan mengenai rokok elektrik)

"Mengutip New England Journal of Medicine 2014, rokok elektrik diperkirakan menjadi gateway drugs (pintu masuk obat-obatan), artinya pemakai rokok elektrik dapat menjadi adiksi serta berpotensi menggunakan obat lain seperti kokain, dan obat terlarang lain," kata Lela.

Selain itu, Lela menambahkan rokok elektronik yang dioperasikan menggunakan daya tegangan tinggi akan menghasilkan konsentrasi karsinogen penyebab kanker yang jauh lebih tinggi dibandingkan rokok konvensional.

Untuk itu Lela mengatakan BPOM sudah mengajukan draft kepada Kementerian Kesehatan RI untuk merumuskan aturan untuk melarang atau membatasi peredaran rokok elektrik di Indonesia.

"Pemerintah diharapkan menetapkan kebijakan untuk rokok elektronik dengan melarang promosi untuk minimalkan potensi risiko kesehatan dan melarang klaim rokok elektronik aman tanpa bukti yang cukup," tutur Lela.

Pewarta:
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015