Jakarta (ANTARA News) - Rokok elektrik juga berbahaya seperti rokok konvensional karena mengandung zat yang bisa memicu kanker paru dan gangguan pernafasan, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama.
"Saya cemas adanya persepsi bahwa e-rokok (rokok elektrik) itu aman. Itu tidak benar. Persepsi itu memberikan rasa aman palsu karena e-rokok juga berbahaya," katanya dalam diskusi tentang dampak rokok elektrik yang digelar Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) di Jakarta, Selasa.
Tjandra menjelaskan perangkat berbasis baterai dengan alat pemanas untuk menguapkan berbagai zat cair itu tidak aman dihisap karena zat yang diuapkan juga berpotensi memicu kanker.
"Dalam uap yang dihirup, terkandung partikel yang sangat kecil masuk ke paru-paru seperti nikotin, aerosol, zat perasa, dan karsinogen yang menjadi penyebab kanker," katanya.
Selain itu, ia melanjutkan, ada kemungkinan partikel-partikel logam seperti timbal, nikel, timah, dan zinc ikut terhirup para pengguna rokok elektrik.
Tjandra juga menepis anggapan bahwa menggunakan rokok elektrik akan mengurangi tingkat kecanduan akibat merokok.
"Mengurangi rasa candu? Saya justru khawatir menjadi awal untuk merokok," katanya.
Namun ia menyayangkan belum adanya penelitian mengenai dampak jangka panjang penggunaan rokok elektrik karena produk itu baru pertama kali digunakan pada 2003 di Tiongkok.
"Rokok konvensional diklaim menjadi penyebab kanker karena memang ditemukan dalam penelitian selama 20 tahun di Inggris. Namun untuk rokok elektrik belum saya temukan," katanya.
Negara-negara seperti Singapura dan Austria sudah melarang peredaran rokok elektrik sementara Jepang, Swiss dan Selandia Baru membatasi peredarannya. Thailand juga sudah menyetujui draf aturan pelarangan rokok elektrik pada Oktober 2014.
Tjandra menjelaskan Kementerian Kesehatan masih menggodok peraturan untuk membatasi penggunaan rokok elektrik.
"Untuk mengambil kebijakan memerlukan banyak sekali penelitian independen, untuk itu kami masih membicarakannya," katanya.
Pewarta:
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015