PK hanya boleh diajukan oleh terpidana dan ahli waris, bukan penegak hukum, jadi intinya begitu,"
Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menyatakan, Peninjauan Kembali (PK) hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris dan bukan penegak hukum, terkait dengan putusan praperadilan yang menyatakan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah.
"Kalau PK, kita kan dasarnya regulasi KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), apakah seorang penegak hukum diperkenankan mengajukan PK? Tidak. Di regulasinya kita kan tidak boleh ada. PK hanya boleh diajukan oleh terpidana dan ahli waris, bukan penegak hukum, jadi intinya begitu," kata Indriyanto seusai konferensi pers, Senin.
Konferensi pers itu dilakukan bersama dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edi Purdijatno, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Wakapolri yang juga calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Praseto serta lima pimpinan KPK, yaitu Taufiqurahman Ruki, Johan Budi SP, Indriyanto Seno Adji, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
Menurut dia, setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa memori kasasi KPK tidak bisa diajukan ke Mahkamah Agung (MA) sehingga KPK melimpahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung dan selanjutnya untuk diserahkan ke Badan Reserse Kriminal Polri, Indriyanto menilai hal itu sudah tepat.
"Sudah, sudah tepat (pelimpahan). Sudah dibicarakan oleh pimpinan lama maupun yang baru," kata mantan staf ahli Polri tersebut.
Dalam konferensi pers, Plt Ketua KPK Taufiequrahman Ruki menyatakan bahwa KPK dikalahkan oleh pengadilan.
"Kita dikalahkan oleh pengadilan, oleh praperadilan. Itu saja yang saya katakan, kita kalah oleh putusan praperadilan," kata Ruki seusai konferensi pers.
Menurut Menkopolhukam Tedjo Edi, kesepakatan pelimpahan tersebut demi eksistensi KPK. "Ini kan kesepakatan kita bersama dalam rangka untuk eksistensi KPK juga," kata Tejdo.
Tedjo juga menilai bahwa Presiden Joko Widodo bukan melemahkan KPK. "Itu kan hanya style saja, setiap pemimpin punya style yang berbeda," kata Tedjo.
Sedangkan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti menyatakan, Polri akan melakukan gelar perkara bila kasus tersebut dilimpahkan dari Kejaksaan ke Polri.
"Saya belum baca berkasnya (Budi Gunawan) sehingga belum bisa mengambil keputusan bagaimana saya belum baca berkasnya. Nanti ada mekanisme gelar, ada ahli yang dihadirkan untuk bisa memberikan second opinion sehingga bisa disimpulkan cukup bukti atau tidak," ungkap Badrodin.
Sedangkan Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan, opsi KPK tidak mengajukan PK hanyalah alasan yang dicari-cari.
"Kalau tidak mengajukan PK itu karena khawatir penyidikan kasus akan berlarut-larut maka itu adalah alasan yang dicari-cari. KPK pilih kasus berlarut-berlarut atau dihentikan? Karena bila dilimpahkan alamat kasus ini akan dihenteikan sebab Polri pernah menyatakan kasus ini wajar," kata Emerson di gedung KPK.
Sedangkan mengenai aturan KUHAP yang menyatakan PK hanya bisa diajukan oleh ahli waris, Emerson mengatakan hal itu masih dapat dicoba oleh KPK.
"Pertanyaannya sudah coba PK atau belum? Ini bukan tipical KPK, BG saja optimis mengajukan praperadilan yang tidak ada di KUHAP, kenapa KPK menyerah? Koruptor saja optimis mengapa KPK tidak optimis?" ungkap Emerson.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015