Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menyatakan akan tetap terus mencermati risiko inflasi ke depan baik yang bersumber dari kelompok harga pangan bergejolak maupun harga yang ditentukan pemerintah meski dalam dua bulan terakhir terjadi deflasi.
Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan tekanan inflasi semakin menurun seiring dengan deflasi yang kembali terjadi Februari 2015 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat deflasi 0,36 persen (bulan ke bulan) atau 6,29 persen (tahun ke tahun), terutama karena koreksi harga aneka cabai dan bensin.
"Realisasi IHK tersebut sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) mingguan. Perkembangan harga ini berbeda dengan pola biasanya yang mencatat inflasi," kata Peter di Jakarta, Senin.
Dari sisi komponennya, deflasi terjadi pada kelompok harga pangan bergejolak dan harga yang ditentukan pemerintah masing-masing sebesar 1,69 persen dan 1,24 persen (bulan ke bulan).
Di kelompok harga pangan bergejolak, koreksi harga yang signifikan terutama terjadi pada aneka cabai seiring dengan panen yang terjadi di beberapa sentra produksi. Komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras juga mengalami koreksi harga.
Sementara deflasi pada kelompok barang/jasa yang harganya diatur pemerintah terjadi pada bensin, tarif angkutan dalam kota, dan tarif angkutan antar kota.
Inflasi inti masih terkendali, bahkan menurun dari 0,61 persen (bulan ke bulan) bulan lalu menjadi 0,34 persen (bulan ke bulan) atau 4,96 persen (tahun ke tahun).
"Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah," kata Peter.
Deflasi sebelumnya juga terjadi pada Januari dengan IHK tercatat deflasi 0,24 persen (bulan ke bulan) atau secara tahunan tercatat 6,96 persen (tahun ke tahun).
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015