Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada Februari 2015 sebesar 0,36 persen, merupakan deflasi kedua tertinggi yang pernah terjadi dalam 50 tahun terakhir, untuk bulan yang sama.
"Deflasi di Februari sebesar 0,36 persen ini adalah kedua tertinggi selama 50 tahun terakhir," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Senin.
Sasmito menjelaskan sebelumnya deflasi tertinggi pada Februari terjadi pada 1985, yaitu mencapai 0,5 persen. Kondisi deflasi pada Februari termasuk jarang terjadi, karena hanya tercatat selama lima kali dalam 50 tahun.
"Dari 1966 hingga 2015, atau selama 50 tahun terakhir hanya terjadi empat atau lima kali deflasi (pada Februari). Ini sangat jarang terjadi," katanya.
Deflasi Februari dipengaruhi oleh turunnya harga bahan makanan seperti cabai dan daging ayam serta rendahnya harga bahan bakar minyak (BBM).
Dengan terjadinya deflasi Februari, maka sepanjang tahun kalender Januari-Februari 2015 masih tercatat deflasi 0,61 persen, karena pada Januari juga sempat mengalami deflasi sebesar 0,24 persen.
"Ini termasuk jarang terjadi, karena biasanya tren awal tahun pada Januari dan Februari mengalami inflasi," kata Sasmito.
Komoditas penyumbang deflasi pada Februari adalah cabai merah, bensin, cabai rawit, tarif angkutan dalam kota, daging ayam ras dan telur ayam ras, semen, solar, tomat sayur, cabai hijau dan bawang merah.
"Cabai merah harganya turun karena pasokan berlimpah dan distribusinya lancar, sedangkan harga bensin dipengaruhi turunnya harga minyak internasional dan kebijakan pemerintah terkait BBM," ujar Sasmito.
Sementara, komoditas yang menyumbang inflasi adalah beras, tarif listrik, tarif angkutan udara, tarif sewa rumah, emas perhiasan, rokok kretek filter, mobil, upah tukang bukan mandor, tarif kontrak rumah dan nasi dengan lauk.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015