Jakarta (ANTARA News) - DPR RI menyatakan prihatin investasi asing terutama dari Jepang mengalami penurunan dalam kurun waktu 11 bulan tahun ini.
"Dewan mengikuti secara seksama kunjungan Presiden dan Wapres ke Jepang, ke berbagai negara dan baru-baru ini kunjungan Presiden ke Jepang dan Rusia," kata Ketua DPR RI Agung Laksono saat menutup masa persidangan DPR RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat.
Agung menyatakan, pihaknya memberi perhatian atas kunjungan itu, apalagi bila kunjungan itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bagi berkembangnya investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kalangan DPR, kata Agung, berpendapat bahwa hasil kunjungan itu baru benar-benar memiliki makna apabila komitmen-komitmen yang sudah dilakukan tidak hanya sebatas kesepakatan di atas kertas, tetapi harus terwujud dalam implementasi.
"Namun kita sangat gundah mendengar penjelasan Kepala BKPM di DPR baru-baru ini bahwa investasi Jepang dalam 11 pertama tahun ini justru menurun sebesar 61,13% atau hanya berkisar 430,2 juta dolar AS," katanya.
Kalau dicermati, terdapat beberapa negara yang tidak menunjukkan semangat tinggi untuk berinvestasi di Indoensia atau bahkan memalingkan investasinya ke negara lain, seperti Vietnam, Thailand, India bahkan ke Bangladesh.
"Ini sungguh-sungguh sangat memperihatinkan. Memang kita akui bahwa kendala atas kegairahan mereka berinvestasi di Indoensia ada pada diri kita, antara lain hambatan ketidakpastian hukum, sistem perpajakan yang belum mendukung, urusan bea cukai, keterbatasan infrastruktur, aturan ketenagakerjaan dan urusan birokrasi yang sangat panjang," katanya.
Selan itu, kewenangan pemerintah daerah yang terkadang tidak sinkron dengan pemerintah pusat sebagai otonomi daerah.
Karena itu, pemerintah harus mampu meminimalkan kendala tersebut, termasuk bersama DPR menyelesaikan RUU Perubahan UU bidang Perpajakan dan RUU tentang Penanaman Modal.
Anggota Fraksi PDIP DPR RI Alfridel Jinu mengungkapkan, berdasarkan hasil kunjungan ke beberapa negara dalam kaitan penyusunan RUU penanaman Modal, pihaknya menyarankan agar pemerintah mengubah prilakunya agar investor asing mau menanamkan modalnya di Indonesia.
"Pemerintah tidak bisa meyakinkan investor asing bahwa menanamkan modal di Indoensia akan meraih utung," katanya.
Ketidakyakinan investor asing karena persoalan keamanan dan ketentuan perpajakan yang membelenggu investor asing. Birokrasi yang membelenggu investor asing antara lain adanya pengaturan yang berbeda antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dalam kaitan ini, UU Otonomi Daerah menyayangkan bagi politisi di daerah, namun tidak menguntungkan bagi investasi asing.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006