"Bulog bertugas mengeluarkan 232.000 ton raskin (beras miskin) tiap bulan. Tapi, November-Desember 2014, stoknya tidak ada dan Januari masih seperti itu," kata Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Leli Pritasari Subekti dalam konperensi pers di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut disampaikannya merespon dugaan mafia beras sebagai penyebab kenaikan harga beras belakangan ini.
Leli menjelaskan, kondisi pada akhir 2014 itu dikarenakan stok November dan Desember sudah ditarik terlebih dahulu pada Februari dan Maret 2014, sehingga menyebabkan kekosongan sebesar 462.000 ton.
Akibatnya, pada Desember 2014 dan Januari 2015, Bulog hanya menggelontorkan 71.000 ton beras, sehingga kurang efektif menurunkan harga.
"Hitungannya, 462 ribu stok yang kosong hanya ditutup dengan 71 ribu, akhirnya ya kurang nendang," kata Leli.
Hal tersebut diperparah dengan terlambatnya pasokan beras pada Januari akibat "launching" yang baru diresmikan pada tanggal 28 Januari 2015, sehingga total kekosongan stok beras mencapai hampir 700.000 ton.
Selain itu, adanya isu penghapusan raskin juga berpengaruh secara psikologis maupun administratif terhadap pemerintah daerah.
Terkait dengan kelangkaan stok beras di pasar, pengamat pertanian Khudori juga berpendapat hal itu disebabkan karena faktor alam dan bukan ulah mafia beras seperti yang disebut Menteri Perdagangan.
Faktor alam yang dimaksud ialah musim paceklik yang berlangsung lama, sehingga mengakibatkan mundurnya jadwal panen raya di Indonesia.
"Mestinya Februari hingga Mei kita sudah panen raya, tapi karena hujan datang terlambat, maka jadwal tanam dan panen ikut mundur sekitar satu hingga 1,5 bulan. Musim pacekliknya lebih lama," kata Khudori.
Pewarta: Roy Rosa
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015