area dengan luas mendekati Pulau Bali diubah menjadi perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya."Jakarta (ANTARA News) - Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia mengadakan riset terhadap 25 grup usaha kelapa sawit yang dikendalikan oleh para taipan berdasarkan lahan kelapa sawit yang dikuasai oleh mereka di Indonesia.
Taipan berasal dari kata dalam bahasa Jepang "taikun" yang secara harfiah berarti "tuan besar".
Ia menjelaskan, dari 25 induk perusahaan sawit tersebut, sebanyak 21 perusahaan telah terdaftar di bursa saham, antara lain 11 di Jakarta, enam di Singapura, tiga di Kuala Lumpur, dan satu di London.
"Hanya empat perusahaan yang dimiliki secara pribadi, salah satunya adalah Triputra Agro Persada yang akan berencana untuk mendaftar di bursa saham," katanya.
Menurut Rahmawati, meskipun kebanyakan 21 perusahaan tersebut telah terdaftar di bursa saham, tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki publik.
"Dalam arti bahwa kepemilikan mereka tersebar di sejumlah besar investor swasta dan kelembagaan," tuturnya.
Berdasarkan penelitiannya, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya dikendalikan oleh taipan dan keluarga meraka, bisa satu atau beberapa orang di setiap perusahaan.
"Taipan tersebut belum tentu memiliki saham mayoritas, tetapi mereka selalu memiliki saham terbesar yang memberikan kemampuan untuk mengendalikan manajemen dan strategi perusahaan," tuturnya.
Selain itu, kata Rahmawati berdasarkan data dari Forbes dan Jakarta Globe, total kekayaan dari 25 grup bisnis tersebut diperkirakan mencapai 69,1 miliar dolar AS.
"Bahkan, bila dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 878 miliar dolar AS pada tahun 2012, jelas bahwa taipan-taipan tersebut mengontrol kekayaan yang sangat besar," tuturnya.
Apabila dibandingkan dengan APBN 2014 sebesar Rp1.800 triliun, kata dia, kekayaan bersih merrka setara dengan 45 persen APBN Indonesia, sesuai dengan kurs yang berlaku Juli 2014.
Kontrol Lahan
Rahmawati mengatakan bahwa sebanyak 25 grup usaha kelapa sawit juga telah mengontrol 3,1 juta hektare lahan kebun kelapa sawit di Indonesia.
"Data tersebut berdasarkan statistik yang disajikan oleh grup bisnis kelapa sawit itu sendiri, antara lain dalam laporan tahunannya," kata Rahmawati.
Ia menjelaskan areal seluas 3,1 juta hektare tersebut sama dengan 31 persen total area yang ditanami kelapa sawit di Indonesia saat ini sebesar 10 juta hektare.
"Grup kelapa sawit yang paling mendominasi dalam luasan wilayah tanam adalah Sinar Mas, Salim, Jardine Matheson, Wilmar, dan Surya Dumai," katanya.
Menurut Rahmawati, dalam lima tahun terakhir, daerah yang dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat sebesar 35 persen dari 7,4 juta hektare pada tahun 2008 menjadi 10 juta hektare pada tahun 2013.
"Ini setara dengan peningkatan sebesar 520.000 hektare per tahun. Artinya, area dengan luas mendekati Pulau Bali diubah menjadi perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya," tuturnya.
Kemudian, berdasarkan riset dari TUK Indonesia, dari seluruh wilayah Indonesia, sekitar 62 persen lahan kelapa sawit yang dikendalikan 25 grup bisnis berada di Kalimantan dikuasai.
"Kalimantan Barat adalah provinsi dengan penguasaan lahan terbesar para taipan sebesar 1,2 juta hektare. Kemudian ada Kalimantan Tengah satu juta hektare, Kalimantan Timur 594.000 hektare, dan Kalimantan Selatan 158.000 hektare," katanya.
Sementara itu, untuk daerah lain berdasarkan riset TUK Indonesia, antara lain terletak di Sumatra sebesar 32 persen, Sulawesi 4 persen, dan 2 persen di Papua.
Menarik Pinjaman Bank
TUK Indonesia, lembaga swadaya masyarakat bidang isu lingkungan dan sumber daya alam, menyebutkan dari 2009 sampai 2013, bank-bank memberikan pinjaman dengan nilai 11,3 miliar dolar AS untuk 25 kelompok bisnis kepala sawit di Indonesia.
Ia menjelaskan, dari 25 induk perusahaan sawit tersebut, sebanyak 21 perusahaan telah terdaftar di bursa saham, antara lain 11 di Jakarta, enam di Singapura, tiga di Kuala Lumpur, dan satu di London.
"Hanya empat perusahaan yang dimiliki secara pribadi, salah satunya adalah Triputra Agro Persada yang akan berencana untuk mendaftar di bursa saham," katanya.
Menurut Rahmawati, meskipun kebanyakan 21 perusahaan tersebut telah terdaftar di bursa saham, tidak berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki publik.
"Dalam arti bahwa kepemilikan mereka tersebar di sejumlah besar investor swasta dan kelembagaan," tuturnya.
Berdasarkan penelitiannya, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut sebenarnya dikendalikan oleh taipan dan keluarga meraka, bisa satu atau beberapa orang di setiap perusahaan.
"Taipan tersebut belum tentu memiliki saham mayoritas, tetapi mereka selalu memiliki saham terbesar yang memberikan kemampuan untuk mengendalikan manajemen dan strategi perusahaan," tuturnya.
Selain itu, kata Rahmawati berdasarkan data dari Forbes dan Jakarta Globe, total kekayaan dari 25 grup bisnis tersebut diperkirakan mencapai 69,1 miliar dolar AS.
"Bahkan, bila dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 878 miliar dolar AS pada tahun 2012, jelas bahwa taipan-taipan tersebut mengontrol kekayaan yang sangat besar," tuturnya.
Apabila dibandingkan dengan APBN 2014 sebesar Rp1.800 triliun, kata dia, kekayaan bersih merrka setara dengan 45 persen APBN Indonesia, sesuai dengan kurs yang berlaku Juli 2014.
Kontrol Lahan
Rahmawati mengatakan bahwa sebanyak 25 grup usaha kelapa sawit juga telah mengontrol 3,1 juta hektare lahan kebun kelapa sawit di Indonesia.
"Data tersebut berdasarkan statistik yang disajikan oleh grup bisnis kelapa sawit itu sendiri, antara lain dalam laporan tahunannya," kata Rahmawati.
Ia menjelaskan areal seluas 3,1 juta hektare tersebut sama dengan 31 persen total area yang ditanami kelapa sawit di Indonesia saat ini sebesar 10 juta hektare.
"Grup kelapa sawit yang paling mendominasi dalam luasan wilayah tanam adalah Sinar Mas, Salim, Jardine Matheson, Wilmar, dan Surya Dumai," katanya.
Menurut Rahmawati, dalam lima tahun terakhir, daerah yang dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat sebesar 35 persen dari 7,4 juta hektare pada tahun 2008 menjadi 10 juta hektare pada tahun 2013.
"Ini setara dengan peningkatan sebesar 520.000 hektare per tahun. Artinya, area dengan luas mendekati Pulau Bali diubah menjadi perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya," tuturnya.
Kemudian, berdasarkan riset dari TUK Indonesia, dari seluruh wilayah Indonesia, sekitar 62 persen lahan kelapa sawit yang dikendalikan 25 grup bisnis berada di Kalimantan dikuasai.
"Kalimantan Barat adalah provinsi dengan penguasaan lahan terbesar para taipan sebesar 1,2 juta hektare. Kemudian ada Kalimantan Tengah satu juta hektare, Kalimantan Timur 594.000 hektare, dan Kalimantan Selatan 158.000 hektare," katanya.
Sementara itu, untuk daerah lain berdasarkan riset TUK Indonesia, antara lain terletak di Sumatra sebesar 32 persen, Sulawesi 4 persen, dan 2 persen di Papua.
Menarik Pinjaman Bank
TUK Indonesia, lembaga swadaya masyarakat bidang isu lingkungan dan sumber daya alam, menyebutkan dari 2009 sampai 2013, bank-bank memberikan pinjaman dengan nilai 11,3 miliar dolar AS untuk 25 kelompok bisnis kepala sawit di Indonesia.
"Lembaga keuangan dalam dan luar negeri juga perlu mengakui bahwa proses konsentrasi bank tanah dan kekuasaan di sektor kelapa sawit di tangan sekelompok elite. Selanjutnya, difasilitasi oleh dana dari bank dan investor eksternal untuk mempercepat ekspansi mereka," kata Rahmawati.
Menurut dia, bank-bank tersebut juga telah menjadi penjamin untuk emisi saham dan obligasi grup bisnis tersebut dengan nilai total 2,3 miliar dolar AS.
"Bank Mandiri sebagai bank domestik terbesar yang memberikan pinjaman atau pembiayaan tersebut, sedangkan untuk bank asing, antara lain HSBC (Inggris), OCBC (Singapura), dan CIMB (Malaysia)," katanya.
Bank-bank penting lain yang memberikan jaminan adalah RHB (Malaysia), Morgan Stanley (Amerika Serikat), dan Goldman Sachs (Amerika Serikat).
Sementara itu, Peneliti Kebijakan Ekonomi Forum Pajak Berkeadilan (FPB), Wiko Saputro mengatakan Indonesia merupakan negara peringkat ketujuh dalam aliran uang ilegal sebesar Rp2.254 triliun dalam 10 tahun terakhir.
"Aliran uang ilegal tersebut salah satu penyebabnya karena praktik pengemplangan pajak dan penghindaran pajak," kata Wiko di Jakarta, Kamis (12/2).
Ia menjelaskan praktik-praktik tersebut sering terjadi pada sektor kelapa sawit yang merugikan negara sebesar Rp45,9 triliun.
"Salah satu indikatornya adalah maraknya praktik tax evasion dan tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit," katanya.
Berikut 25 grup kelapa sawit yang dikendalikan para taipan berdasarkan riset TUK Indonesia, antara lain Wilmar, Sinar Mas, IOI, Raja Garuda Mas, Batu Kawan, Salim, Jardine Matheson, Musim Mas, Surya Damai, Genting, Darmex Agro, dan Hanta.
Selanjutnya, ada Tiga Pilar Sejahtera, DSN, Sungai Budi, Kencana Agri, Triputra, Sampoerna Agro, Anglo-Eastern, Bakrie, Tanjung Lingga, Austindo, Rajawali, Provident, dan Gozco.
(T.B020/B/D007/D007)
Oleh Benardy Ferdiansyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015