... terjadi pada Reyhan (sembilan tahun) yang meregang nyawa di lubang tambang batubara Samarinda...Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai bahwa anak-anak di Indonesia telah menjadi korban kesekian kalinya atau korban berlapis dari pembangunan.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan, mengatakan, dalam hampir seluruh praktek ekonomi dan pembangunan dunia yang berwatak kapitalistik akan selalu menempatkan kelompok rentan sebagai korban, termasuk anak-anak.
Seperti yang terjadi pada Reyhan (sembilan tahun) yang meregang nyawa di lubang tambang batubara Samarinda.
Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur, kata dia, setidaknya sudah sembilan anak yang kehilangan masa depannya akibat dari praktek buruk dari rezim keruk yang bernama bisnis tambang batubara.
"Apa yang dialami Reyhan dan anak-anak lainnya di Indonesia merupakan bentuk kejahatan struktural negara yang berkolaborasi dengan korporasi," ujar Tarigan, dari Jakarta, Jumat.
WALHI bersama beberapa LSM selama tiga hari menemani ibu Rahmawati dan Bapak Misransyah, orangtua dari Reyhan menemui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.
"Tindakan dari pemerintah pusat dalam hal ini KLHK adalah menurunkan tim ke lapangan dan pertemuan dengan pemda kota samarinda. Hanya tindakan lebih jauh hasil turun lapangan itu belum ditindaklanjuti oleh Pemda kota samarinda. Penutupan lubang-lubang tambang belum ada tindakan sama sekali," kata Tarigan.
Di tempat yang lain, lanjutnya, anak-anak dieksploitasi secara ekonomi dengan menjadi pekerja anak, putus sekolah seperti yang terjadi pada industri tambang timah di Bangka Belitung. Sementara itu, kesehatan anak-anak terganggu akibat pencemaran yang ditimbulkan dari bencana ekologis yang terjadi.
"Yang pasti, pemulihan lingkungan harus dilakukan karena kelompok rentan sekaligus korban lingkungan hidup yang rusak adalah anak. Selain itu sanksi pidana , perdata dan administrasi perlu diterapkan utk pelanggaran seperti yang dilakukan perusahaan di samarinda serta kelalaian pemda kota," tegas Abetnego.
Menurut dia, negara harus mengambil langkah-langkah struktural dan segera untuk memastikan jaminan perlindungan terhadap hak anak melalui berbagai kebijakan yang memastikan hak asasi anak bisa dipenuhi negara sebagaimana tanggungjawabnya.
"Apa yang dialami Reyhan dan anak-anak lainnya di Indonesia merupakan bentuk kejahatan struktural negara yang berkolaborasi dengan korporasi," ujar Tarigan, dari Jakarta, Jumat.
WALHI bersama beberapa LSM selama tiga hari menemani ibu Rahmawati dan Bapak Misransyah, orangtua dari Reyhan menemui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.
Reyhan merupakan korban yang kedelapan di Kota Samarainda dari kejadian yang sudah terjadi sejak 2012 itu.
"Tindakan dari pemerintah pusat dalam hal ini KLHK adalah menurunkan tim ke lapangan dan pertemuan dengan pemda kota samarinda. Hanya tindakan lebih jauh hasil turun lapangan itu belum ditindaklanjuti oleh Pemda kota samarinda. Penutupan lubang-lubang tambang belum ada tindakan sama sekali," kata Tarigan.
Di tempat yang lain, lanjutnya, anak-anak dieksploitasi secara ekonomi dengan menjadi pekerja anak, putus sekolah seperti yang terjadi pada industri tambang timah di Bangka Belitung. Sementara itu, kesehatan anak-anak terganggu akibat pencemaran yang ditimbulkan dari bencana ekologis yang terjadi.
"Yang pasti, pemulihan lingkungan harus dilakukan karena kelompok rentan sekaligus korban lingkungan hidup yang rusak adalah anak. Selain itu sanksi pidana , perdata dan administrasi perlu diterapkan utk pelanggaran seperti yang dilakukan perusahaan di samarinda serta kelalaian pemda kota," tegas Abetnego.
Menurut dia, negara harus mengambil langkah-langkah struktural dan segera untuk memastikan jaminan perlindungan terhadap hak anak melalui berbagai kebijakan yang memastikan hak asasi anak bisa dipenuhi negara sebagaimana tanggungjawabnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015