"Kalau sistem energi dengan prototipe yang saya buat akan menghemat listrik hingga 5.000 watt, jadi mungkin satu dari 10 lantai gedung bisa gratis listrik," kata mahasiswa Program Studi Teknik Mesin UK Petra Surabaya itu, Kamis.
Di sela persiapan prosesi wisuda untuk 532 mahasiswa UK Petra Surabaya yang dipimpin Rektor UK Petra Prof Dr.Eng Rolly Intan MASc pada 28 Februari 2015, ia menjelaskan sistem itu diciptakan setelah mempelajari potensi gedung bertingkat.
"Gedung bertingkat itu memiliki potensi energi dari faktor ketinggian yakni energi air atau mikro hidro dan energi angin, karena itu kedua jenis energi itu bisa diatur untuk membangkitkan energi terbarukan sehingga bisa mengurangi kebutuhan listrik yang tinggi," kata peraih IPK 3,63 itu.
Dalam Tugas Akhir (TA) bertajuk "Perancangan Sistem Pemompaan Bertenaga Angin Untuk Aplikasi Pembangkit Listrik Mikrohidro Pada Gedung Bertingkat", William mengatakan prototipe yang dibuat meliputi kincir angin, pompa, tandon, turbin, dan gearbox.
"Jadi, angin akan memutar kincir, lalu menghasilkan energi yang masuk ke dalam tandon bawah melalui pompa, sehingga menghasilkan energi yang menaikkan air ke tandon atas, lalu air akan meluncur ke bawah dengan menerpa turbin hingga berputar menghasilkan energi dan energi itu dikonversi menjadi listrik melalui gearbox," katanya.
Hasilnya, prototipe yang dirancangnya dengan biaya Rp2 juta hingga Rp3 juta bisa menghasilkan 5 kilowatt energi terbarukan yang menerangi seluruh ruangan pada salah satu lantai dari gedung bertingkat sejak pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB.
"Aplikasi serupa sebenarnya sudah dipakai dengan mengalirkan air dari atas gunung ke sawah yang menghasilkan energi listrik, tapi sistem yang saya rancang tidak membuang air, tapi dikembalikan ke tandon atas lagi dengan energi angin, sehingga energi airnya berputar terus dari atas ke bawah secara siklus," katanya.
Lain halnya dengan mahasiswi Program Studi Teknik Informatika UK Petra, Listya Purnomo, yang menciptakan "Digitalisasi Lecturing Note" untuk menuliskan materi saat kuliah di papan tulis secara praktis.
"Para dosen biasanya harus menghapus papan yang sudah penuh dengan tulisan jika ingin menulis materi perkuliahan untuk diterangkan pada mahasiswa, nah dengan metode ini hanya cukup menulis di atas selembar kertas HVS dengan menggunakan spidol dengan ketebalan minimal 0,07 maka secara otomatis bahan ajar dapat dilihat langsung (Real time) oleh mahasiswa dan otomatis tersimpan di komputer/laptop," katanya.
Peraihk IPK 3,98 itu menjelaskan biaya alat serupa yang mahal bisa ditekan dengan memanfaatkan device webcam seharga Rp270.000. "Sistem yang dibuat meliputi proses pengambilan image, pendeteksian kertas, projection mapping kertas, skin detection dan skin removal, serta pengolahan hasil goresan yang didapatkan," katanya.
Sementara itu, mahasiswa lainnya Wongso Michael Wongkar merancang Perpustakaan Hibrida untuk Kaum Muda. "Perpustakaan perlu merespons fenomena kekinian dengan mengubah fungsi dari wadah pencarian informasi menjadi gaya hidup masyarakat, karena koleksi fisik yang cenderung pasif tetap ada tapi dipadu dengan koleksi digital yang interaktif," katanya.
Pewarta: Edy M Ya'kub
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015