Negara berkewajiban untuk menjamin dan memberi perlindungan dan pelayanan kepada setiap umat bergama, maka negara punya kebutuhan untuk mengetahui yang disebut agama itu apa...

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Agama akan mendata ulang agam-agama yang ada di Indonesia selain agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, serta Konghucu dalam proses penggodokan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama.

"Negara berkewajiban untuk menjamin dan memberi perlindungan dan pelayanan kepada setiap umat bergama, maka negara punya kebutuhan untuk mengetahui yang disebut agama itu apa, seperti apa, karema nanti konsekuensi negara melalui pemerintah bertanggung jawab memberi pelayanan," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam acara diskusi RUU Perlindungan Umat Beragama di Kementerian Agama RI, di Jakarta, Kamis.

Menurut Lukman, dalam UU Perlindungan Umat Beragama diperlukan data-data agama yang ada di Indonesia. Namun, untuk pengadministrasian agama tersebut harus dilakukan melalui persyaratan tertentu agar tidak semua kelompok mengklaim bahwa semua keyakinan dikategorikan sebuah agama.

"Itu bagian yang akan diatur terkait hak beragama yang harus dijamin oleh negara, bagaimana warga negara yang menganut agama di luar enam agama yang sudah diakui. Tentu ini yang akan diatur oleh RUU ini," ujar Lukman.

Namun, Lukman mengaku belum menetapkan prosedur untuk pengakuan agama sehingga ia pun terus menggodok dan meminta pandangan dari masyarakat maupun sejumlah kalangan.

"Pengertian agama seperti apa, saya belum tahu nanti bagaimana. Ini butuh masukan masyarakat. Misal dia butuh punya sistem ritual yang baku atau kitab suci atau keyakinan baku yang disepakati penganutnya, bisa juga ada kriteria jumlah penganutnya minimal berapa. Yang penting harus ada batasan sehingga kemudian bisa pasti yang disebut agama seperti apa, keyakinan itu apakah layak disebut agama atau tidak, persyaratannya itu yang perlu kita susun," jelas Lukman.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Adian Husaini menilai bahwa Kemenag sebaiknya tidak perlu mengurus soal definisi agama, cukup agama yang sudah diakui di Indonesia selama ini.

"Saya usulkan Kementerian Agama tidak usah mendefinisikan agama lagi, tidak akan selesai, jadi cukup enam Kita berangkat saja dari UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang penting jelas kalau ada sesuatu yang dianggap kriminal menodai agama atau seseorang melakukan kegiatan yang menyimpang dari ajaran pokok agama maka siapa yang berwenang menyebut itu menyimpang. Selama ini kan yang menetapkan majelis agama, lalu tiga kementerian (kemenag, Kemendagri, Kejaksaan Agung) baru lalu Presiden," tutur Adian.

Hal senada diungkapkan dosen Universitas Paramadina yang juga dikenal sebagai cendekiawan muda Yudi Latif menilai bahwa UU Perlindungan Umat Beragama sebaiknya diubah saja menjadi UU Perlindungan Beragama saja.

"Kalau harus mendefinisikan umat beragama apa saja yang harus dilindungi itu repot, makanya nomenklaturnya diubah saja dari UU Perlindungan Umat Beragama menjadi UU Perlindungan Beragama saja. Jangan khawatir karena hukum alam akan bekerja, agama yang benar-benar akan bertahan, kalau sekte-sekte bisa berkembang dan tumbuh tapi belum tentu bertahan lama," jelas Yudi.

Sementara itu, Ketua Persatuan Gereja Indonesia Pdt. Albertus Patty mengatakan bahwa definisi agama memang hal yang sulit namun penting dilakukan agar agama-agama lain bisa diberi ruang juga.

"UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 memang merujuk pada agama besar saja dan itu justru negatif karena membuat agama lain seperti bahai, kepercayaan, agama suku tidak memiliki ruang yang cukup untuk dianggap sebagai agama," ujar Albertus.

Pewarta: Monalisa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015