Kita tidak pernah melakukan upaya representasi kencang pada saat-saat akhir saja, tetapi kita akan memonitor prosesnya dari awal sampai akhir."
Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menyayangkan representasi beberapa pemerintah asing untuk membela warga negaranya, yang menjadi terpidana mati dalam kasus peredaran narkoba, yang dinilai bersifat represif atau kencang hanya pada tahap-tahap akhir.
"Saya tidak tahu (model representasi) yang dilakukan oleh negara lain, tetapi Indonesia tidak pernah melakukan representasi kencang pada saat-saat akhir. Kita selalu mengawasi dari awal sampai akhir," kata Arrmanatha di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pemerintah Indonesia memahami berbagai upaya yang dilakukan negara-negara yang sedang membantu warga negaranya dan memandang hal itu sebagai tugas dan tanggung jawab dari pemerintah terkait.
"Kita dapat mengerti karena Indonesia pun melakukan hal yang sama (memberi pembelaan) apabila ada WNI yang menjalani proses hukum di luar negeri," ujar dia.
Pernyataan itu dia sampaikan untuk menanggapi berbagai tekanan dan permintaan dari negara dan pemerintah asing yang meminta pemerintah Indonesia menunda atau membatalkan hukuman mati kepada warga negaranya.
Namun, dia juga menegaskan bahwa meskipun Indonesia memahami langkah pembelaan yang dilakukan negara sahabat kepada warga negaranya, pemerintah akan tetap menjalankan penegakan hukum di Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Arrmanatha menjelaskan, apabila ada WNI yang tersangkut masalah hukum di luar negeri, wakil Pemerintah Indonesia akan datang ke tempat WNI itu ditahan untuk memeriksan keadaan si WNI.
"Setelah itu apabila yang bersangkutan membutuhkan bantuan hukum, kita akan memberi bantuan hukum dan memenuhi hak-haknya," kata dia.
"Kita tidak pernah melakukan upaya representasi kencang pada saat-saat akhir saja, tetapi kita akan memonitor prosesnya dari awal sampai akhir," lanjut dia.
Ketika ditanya mengenai alasan penundaan eksekusi mati para warga asing terpidana kasus narkoba, Jubir Kemlu itu mengaku tidak tahu persis alasan penundaan dan mengatakan hal itu merupakan kapasitas dari Kejaksaan Agung.
"Terkait dengan alasan penundaan, itu lebih enak dijawab oleh Kejaksaan Agung. Namun, sejauh yang kami tahu alasan penundaan itu karena adanya perbaikan dan persiapan tempat eksekusi di Nusa Kambangan," ujar Arrmanatha.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati para terpidana kasus peredaran dan penyelundupan narkoba tidak ditujukan kepada negara, bangsa, dan warga negara tertentu.
"Saya akan mengulangi pernyataan ini bahwa keputusan hukuman mati yang dibuat pengadilan Indonesia tidak ditujukan pada negara, bangsa, maupun warga negara tertentu, melainkan ditujukan untuk kejahatan yang sangat keji," kata Retno.
Dia menekankan kebijakan hukuman mati merupakan bagian dari penegakan hukum positif di Indonesia yang diimplementasikan untuk jenis kejahatan luar biasa.
"Dan putusan hukuman mati itu dibuat sistem peradilan yang independen dan imparsial," ujar dia.
Dalam pelaksanaan hukuman mati itu, kata dia, Pemerintah Indonesia telah memastikan proses hukum yang dijalani para terpidana telah benar-benar sesuai dengan sistem hukum di Indonesia dan hukum internasional.
Retno menyebutkan Mahkamah Konstitusi RI pada 2007 telah memutuskan hukuman mati tidak melanggar Konvensi Internasional.
"Konstitusi juga menggarisbawahi penegakan HAM harus mempertimbangkan hak asasi orang banyak, ketertiban umum, dan moral," tutur dia.
Menlu menambahkan, Pasal 6 Konvensi Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa hukuman mati dapat dilaksanakan untuk tindak kejahatan yang sangat serius melalui proses peradilan yang adil dan terbuka.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015