Jakarta (ANTARA News) - DPR menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Penyidik Independen untuk mengungkap kasus meninggalnya aktivis HAM, Munir. Demikian Laporan Kerja Tim Kasus Munir DPR RI pada Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno. Laporan disampaikan Ketua Tim Kasus Munir DPR RI Taufikurrahman Saleh (FKB). Tim telah melakukan serangkaian pertemuan dengan berbagai pihak, termasuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang bentuk Presiden dan jajaran Mabes Polri, pihak PT Garuda, Suciwati (istri almarhum Munir) serta Polycarpus Budihari. Apresiasi yang disampaikan kepada Presiden didasarkan pada kebijakan Presiden yang telah membentuk TPF kasus ini. Dengan pembentukan TPF diharapkan dapat diungkap motif pembunuhan terhadap Munir dan hasil kerja TPF diharapkan pula menjadi dasar bagi penyidik untuk melakukan proses hukum lebih lanjut. TIm Kasus Munir DPR meminta Presiden untuk mengumumkan kepada publik hasil temuan TPF kasus Munir sebagai bagian dari komitmen dan keseriusan Presiden untuk mewujudkan prinsip-prinsip transparan dan akuntabel dalam pengungkapan kasus kematian Munir. Taufik menjelaskan, dalam rangka penegakkan hukum dan upaya perlindungan terhadap HAM, Tim Kasus Munir DPR meminta Presiden agar mengambil bukti-bukti awal untuk mengungkap pelaku dan motif pembunuhan tersebut. "Bahwa untuk memperlihatkan komitmen, kesungguhan dan keseriusan pemerintah dan penegak hukum mengungkap kasus Munir, perlu segera dibentuk Tim Penyidik Independen yang berada di bawah supervisi Kapolri dan bertanggungjawab penuh kepada Presiden," katanya. Apabila dalam mengungkap kasus kematian Munir ditemukan hambatan teknis karena terkait dengan hal-hal yang bersifat internasional, maka Tim Kasus Munir DPR meminta Kapolri melakukan koordinasi dengan menteri-menetri terkait meminta bantuan lembaga-lembaga HAM internasional untuk bekerjasama mengungkap kasus ini. "Hal ini merupakan bagian dari komitmen Presiden untuk memajukan HAM, baik pada level nasional maupun internasional," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006