Semarang (ANTARA News) - Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI), Parni Hadi, menilai bahwa dalam kurikulum pendidikan di Akademi polisi (Akpol) perlu memasukkan Ilmu Komunikasi, atau minimal diberikan pembekalan mengenai Kode Etik Jurnalistik, dan Undang-Undang (UU) Pers maupun Penyiaran.
"Ketika para taruna Akpol terjun ke dunia kerja, mereka akan sering berhadapan dengan wartawan. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik, UU Pers, dan UU Penyiaran," katanya seusai memberikan kuliah umum kepada para taruna Akpol di Graha Cendekia Akpol, Semarang, Kamis.
Mantan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA itu, tugas polisi dan pers hampir sama, sehingga keduanya merupakan mitra dalam tugas melayani publik, yang kebetulan dasar pekerjaannya adalah informasi.
Ia menjelaskan, polisi dalam mengambil tindakan memerlukan informasi, demikian juga dengan wartawan.
"Karena sama-sama mencari informasi, maka disarankan polisi dibekali ilmu komunikasi, dan wartawan disarankan dekat dengan polisi, karena banyak informasi dari kepolisian," ujar mantan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Umum Republika tersebut.
Apalagi, mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) itu, berita yang diminati dan laku dijual akhir-akhir ini adalah berita-berita tentang seks dan kejahatan.
Namun, mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tersebut menegaskan, berita-berita tentang seks dan kejahatan yang dipublikasikan cenderung sensasional, padahal hal itu dilarang kode etik.
"Sering orang hanya mengejar sensasionalisme, padahal media mempunyai tugas untuk mendidik bangsa ini," kata Wakil Ketua Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka) tersebut.
Selain itu, wartawan bukan warga negara luar biasa, dan wartawan juga manusia biasa yang bisa salah, begitu pula dengan polisi, demikian Parni Hadi. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006