Kebudayaan Barat hingga saat ini tetap menjadikan seni (musik) menjadi bagian wajib di dunia pendidikan."
Medan (ANTARA News) - Dalam sejarah peradaban literasi Timur Tengah, "Musik" menjadi salah satu pilar penting ilmu pengetahuan, di samping Astronomi, Ilmu Hitung, Kedokteran dan Fisafat.
"Kebudayaan Barat hingga saat ini tetap menjadikan seni (musik) menjadi bagian wajib di dunia pendidikan," kata Akademisi Prodi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Irwansyah Harahap di Auditorium USU Medan, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya pada orasi ilmiah yang berjudul: 21st Century Global Music: Isu, Disiplin Ilmu dan Kreativitas.
Irwansyah mengatakan, tentang perspektif natural yakni usia musik sejalan dan setua usia manusia (from humming to singing). Tidak ada satu bangsa di dunia yang tidak memiliki kebudayaan musik.
Kemudian, menurut dia, dalam perspektif kultural dimana musik merupakan manifest dalam berbagai kehidupan manusia (expressive cultures).
"Berdasarkan catatan Etnomusikologi didirikan di USU tahun 1979, institusi keilmuan pertama di Asia Tenggara dengan Inisiator (Alm) Prof A.P Parlidungan (USU) dan Dr Margaret Kartomi (Monash University)," ujarnya.
Sementara di luar kampus, bersama Rithaony Hutajulu, Irwansyah mendirikan SUARASAMA sekitar pertengahan tahun 1995. Setelah keduanya kembali dari studi S2 di bidang Ethnomusicology di University of Washington, Seattle, Amerika Serikat.
Dia menyebutkan, SUARASAMA mengusung genre penciptaan karya musik kontemporer berbasis "world music" di samping itu juga membawakan kesenian tradisi (musik dan tari) Sumatera Utara.
SUARASAMA merupakan kelompok musik pertama yang mengenalkan konsep world music di Indonesia.
SUARASAMA telah memproduksi empat album musik: "Fajar Di Atas Awan" (1998), "Rites of Passages" (2002), Lebah (2008) dan "Timeline" (2013).
Album pertama diproduksi oleh Radio France Internationale (RFI), Perancis tahun 1998; non-komersil; didistribusikan dan diputar di 650 kota, khususnya cabang RFI di dunia.
Satu lagu dari album berjudul "Fajar Di Atas Awan," dipublikasi juga dalam "Music of Indonesia 20: Indonesian Guitars" oleh Smithsonian Folkways Recording, 1999, Washington DC, USA.
Pada tahun 2008, album ini dipublikasi ulang dalam bentuk vinyl (LP) dan CD oleh Dragcity Chicago dan didistribusikan di Amerika, Eropa, Australia dan beberapa negara lain di Asia.
Lagu "Fajar Di Atas Awan," diambil menjadi salah satu covermonth kompilasi CD dalam Un Cut Magazines, London.
Lagu "Lebah" dari album musik "Lebah" (Suarasama 2008) menjadi satu lagu dalam kompilasi album musik "Dayon" A Commemorative Album of Cuerdas Sa Panaghiusa: The Second International Rondalla Festival, Philippines (2010).
Setelah "Fajar di Atas Awan," direlease ulang oleh Drag City 2008, album musik SUARASAMA dianggap menjadi: One of the 5 best World Music album of the year oleh San Francisco Chronicle.
"One of the 10 best World Music album Of the Year oleh Un Cut Magazine, London, dan One of the 10 Best Album of October, 2008 by Global Rhythm Magazine, USA," kata Irwansyah.
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015