Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menilai bahwa pasar surat utang atau obligasi di dalam negeri tetap akan marak pada tahun 2015 ini meski bank sentral AS (The Federal Reserve) menaikan suku bunganya (fed fund rate).
"Kenaikan fed fund rate tetap akan ada pengaruhnya karena sebagian dana diperkirakan pindah ke AS, namun tingkat penarikan dana tidak akan seheboh seperti 2013 atau 2014," ujar Direktur IBPA Wahyu Trenggono di Jakarta, Selasa.
Ia mengemukakan bahwa pada 2013 lalu pasar keuangan di Indonesia terkena dampak dari sentimen rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter oleh The Federal Reserve. Lalu pada 2014, sentimen berkembang menjadi kenaikan fed fund rate.
"Situasi itu mengubah pandangan investor untuk menempatkan dana investasinya dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia ke negara maju seperti Amerika Serikat," paparnya.
Namun, lanjut dia, kondisi pada 2015 saat ini berbeda, sentimen kenaikan fed fund rate dibarengi oleh pelonggaran likuiditas dari bank sentral Eropa (ECB) dan bank sentral Jepang (BoJ).
"BoJ dan ECB pada tahun ini mengeluarkan kebijakan pelonggaran moneter, jadi sentimen fed fund rate yang memicu modal asing keluar akan diganti dana dari Eropa dan Jepang. Jadi, mengurangi shock market," katanya.
Ekonom Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra menambahkan bahwa meski suku bunga AS naik, pasar surat utang di Indonesia masih akan tetap marak karena investor asing berorientasi jangka panjang. Hal itu yang membuat dana asing masih akan tetap bertahan.
Ia memperkirakan bahwa kenaikan fed fund rate akan terjadi pada kuartal IV 2015, hal itu dikarenakan inflasi AS yang masih melambat menyusul penurunan harga minyak dunia.
"Harga minyak dunia yang menurun membuat harga-harga barang di AS menjadi murah sehingga inflasi cenderung berjalan lambat. The Fed menargetkan inflasi sebesar 2 persen sebagai salah satu acuan untuk menaikan fed fund rate," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015