Tanjungpinang (ANTARA News) - Ketua Komisi VII DPR Mulyadi mengatakan izin pengelolaan listrik yang diberikan pemerintah kepada pihak swasta PT Karimun Power dan dan PT Tenaga Listrik Bintan perlu ditinjau ulang dan bahkan dicabut.
"Izin yang dimiliki kedua perusahaan yang tidak pernah opertasional itu harus segera dicabut karena bisa digunakan untuk kepentingan lain," katanya saat melakukan pertemuan dengan jajaran Pemerintah Kepulauan Riau di Tanjungpinang, Selasa.
"Saya khawatir izin tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Mungkin saat ini belum terjadi," ujarnya yang memimpin rombongan Komisi VII reses di Tanjungpinang dan Batam.
Pernyataan Mulyadi itu disampaikan setelah General Manajer PT PLN Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) Dodi Pangaribuan menjelaskan terdapat dua perusahaan swasta yang diberi izin untuk membangun pembangkit listrik di Bintan dan Karimun sejak tahun 2007, namun hingga sekarang tidak beroperasi.
"Kami mengendus yang tidak beres dalam permasalahan ini," ujarnya.
Mulyadi menegaskan akan menindaklanjuti permasalahan ini, terutama terkait prosedur pemberian izin pengelolaan listrik. Dia menduga ada permainan antara oknum pemerintah dengan pihak swasta yang mendapat izin pengelolaan listrik tersebut.
"Kemungkinan ada dugaan praktek KKN. Ini yang harus ditelusuri," ungkapnya.
Gubernur Kepri HM Sani yang memimpin pertemuan itu juga merasa kecewa. Sejak peletakan batu pertama sebagai petanda diresmikan pembangunan Karimun Power dan Tenaga Listrik Bintan hingga sekarang belum beroperasi.
"Sejak diresmikan tahun 2007 sampai sekarang belum juga beroperasi. Saya dengar, perusahaan tidak dapat mengoperasikannya karena harga listrik yang dijual tidak cocok," ujarnya.
Sementara terkait rencana Komisi VII DPR melibatkan institusi tertentu untuk menelusuri praktek KKN yang kemungkinan terjadi dalam proses pemberian izin pengelolaan listrik, Sani mempersilahkannya.
"Saya tidak ada dengar ada praktik KKN itu, tetapi silahkan jika mau ditelusuri," ujarnya
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015