Tidak seharusnya kemarahan atau kekecewaan Presiden Dilma sebagai pribadi terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dicerminkan dalam kedudukannya sebagai Presiden BrasilJakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan Presiden Brasil Dilma Rousseff dan pemerintahannnya harus meminta maaf kepada Indonesia atas insiden penolakan surat kepercayaan Duta Besar Indonesia Toto Riyanto.
"Dalam posisi sekarang ini pemerintah Indonesia sebaiknya tidak mengembalikan Dubes Toto Riyanto ke Brasil sebelum adanya permohonan maaf dari presiden dan pemerintah Brasil," ujar Hikmahanto, di Jakarta, Selasa.
Menurut Hikmahanto, Indonesia lebih baik mengosongkan posisi Dubes di Brasil bila Brasil belum juga menyampaikan maaf. Harga diri negara dan bangsa harus menjadi keutamaan.
Dia memandang Presiden Brasil Dilma Rousseff ketika menunda penerimaan surat kepercayaan telah mencampuradukkan antara perasaan pribadi dengan kapasitas sebagai presiden.
"Tidak seharusnya kemarahan atau kekecewaan Presiden Dilma sebagai pribadi terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dicerminkan dalam kedudukannya sebagai Presiden Brasil," ujar dia.
Dia menekankan permintaan maaf dari presiden dan pemerintah Brasil sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama sebelum Indonesia mengambil tindakan yang lebih tegas.
Pemerintah Indonesia, kata dia, bukan tidak mungkin mengambil tindakan tegas sebagai respons dan tuntutan masyarakat dan politisi yang tidak bisa menerima pelecehan diplomatik yang dilakukan oleh Presiden Dilma.
Sebelumnya Presiden Brasil Dilma Rousseff tidak menerima surat kepercayaan pada detik-detik menjelang upacara penyerahan surat kepercayaan Dubes Toto Riyanto di Brasil. Hal itu terkait dengan pelaksanaan hukuman mati warga negara Brasil yang terjerat kasus narkoba di Tanah Air.
Presiden Jokowi telah bertindak tegas dengan memanggil pulang Dubes Toto Riyanto. Tindakan ini telah ditindaklanjuti oleh Kemlu dengan pengiriman nota protes diplomatik yang keras kepada pemerintah Brasil.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015