Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berada pada momentum krusial untuk mendorong kemajuan industri, sehingga saatnya negara membangun dan memperkuat keunggulan jumlah penduduk (quantity advantage) menjadi keunggulan produktif (productive advantage).
"Esensinya adalah Indonesia harus berubah menjadi negara yang kompetitif, karena hanya dengan cara inilah sektor industri dalam negeri mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri," kata Ketua Umum Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza di Jakarta, Senin.
Ivan mengatakan, Indonesia bisa belajar dari pengalaman Tiongkok dan Brasil dalam meningkatkan produktivitas dan keterampilan pekerja, yang dapat meningkatkan upah serta menjadi fondasi jangka panjang pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan.
Menurut Ivan, pada 1960, sekitar 60 persen tenaga kerja Tiongkok berada di sektor pertanian, namun saat ini tinggal sekitar 35 persen saja, di mana masyrakat pertanian tradisional Tiongkok berubah menjadi masyarakat negara industri modern.
"Perubahan ini telah menciptakan lapangan kerja, pendapatan dan kekayaan penduduknya sekaligus memperkuat daya saing ekonomi negaranya," ujar Ivan.
Sementara itu, lanjutnya, pada 1970, hanya 56 persen dari populasi penduduk di Brasil tinggal di pedesaan dan pada 2005, Brasil mampu memproduksi 2,4 juta kendaraan bermotor, 33 juta ton baja, 34 juta ton semen, 5,9 juta set televisi, 23,3 juta telepon seluler dan 4,8 juta lemari es per tahun.
"Sejak 1990-an, Brasil bahkan menjadi produsen pesawat terbesar keempat di dunia, yang mengkhususkan pada pesawat jenis jet regional," kata Ivan.
Menurut Ivan, benang merah dari pengalaman kedua negara tersebut adalah keduanya memiliki fokus yang sama terhadap penguatan keterampilan industri.
Kedua negara tersebut, lanjut Ivan, juga melakukan investasi besar untuk pengembangan keterampilan industri, yaitu melalui program nasional dan pendidikan teknis untuk pekerja magang.
"Setiap tahun, sekitar 2,5 juta pekerja di Brasil dan 11,3 juta pekerja di Tiongkok mendaftar untuk mengikuti berbagai program teknis di negaranya," ujar Ivan.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015