Presiden Brasil harus mencabut sikap berlebihannya terhadaph dubes kita."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menilai pemerintah Brazil telah melanggar hak yang tidak dapat diganggu gugat (inviolability) dari Duta Besar Republik Indonesia Toto Riyanto setelah secara mendadak Presiden Brazil Dilma Rousseff menunda upacara penyerahan surat mandat Presiden RI.
"Presiden Brasil harus mencabut sikap berlebihannya terhadaph dubes kita," katanya di Jakarta, Minggu.
Dia menjelaskan Dubes Indonesia untuk Brazil Toto Riyanto memiliki hak inviolability, sama seperti dubes negara manapun.
Hak-hak itu, menurut dia, yaitu tidak boleh dihalang-halangi aktivitas diplomatik, mobilitas fisik dan komunikasinya oleh negara tempatnya ditempatkan.
"Sama seperti praktik diplomatik di manapun, jika terjadi pelanggaran atas azas inviolability ini, maka negara penerima dubes kita wajib melakukan perbaikan sikap," ujatnya.
Hanafi menegaskan, apabila Brazil tidak melakukan perbaikan sikap, maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia juga bisa melakukan langkah diplomatik yang sama, yaitu mengembalikan Dubes Brazil untuk Indonesia ke negaranya.
Selain itu, menurut dia, Pemerintah Indonesia dapat menghentikan segala kontrak dagang dengan Brazil, dan bahkan bisa tidak akan mendukung negara tersebut dalam perwakilan-perwakilan internasional.
Terlepas dari ketegangan diplomatiknya, ia mengemukakan, pemerintah Indonesia hendaknya tetap fokus dalam penegakan hukum yang sudah diputuskannya.
"Brazil sebagai salah satu negara yang juga sedang memerangi narkoba pasti paham betul dengan sikap Indonesia mengenai hal itu," ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah melakukan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika sejumlah enam orang, terdiri atas seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dan lima orang merupakan warga negara asing (WNA) pada 17 Januari 2015.
Dari kelima orang WNA itu terdapat warga negara Brazil bernama Marco Archer karena dinyatakan bersalah melakukan perdagangan narkoba. Sementara itu satu warga lain dari Brazil dijadwalkan dieksekusi mati di Indonesia atas dasar pelanggaran hukum yang sama.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015