Jakarta (ANTARA News) - Ratusan bahkan ribuan penumpang Lion Air terlantar di bandara dan menunggu berjam-jam dan sebagian dibatalkan penerbangannya sejak Rabu.
Sebagian yang menunggu tanpa kepastian merasa kesal, karena haknya untuk mendapat layanan transportasi udara telah menguap tanpa tanggung jawab dari pihak maskapai.
Lalu bagaimanakah negara melindungi konsumen maskapai pesawat udara sipil di Indonesia?
Menteri Perhubungan Republik Indonesia pada tahun 2011 mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Di dalam PM yang ditetapkan pada 11 Agustus 2011 itu tercantum di Pasal 2 bahwa pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka
b. hilang atau rusaknya bagasi kabin
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat
d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo
e. keterlambatan angkutan udara
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Pembahasan keterlambahan angkutan udara diperjelas lagi di Pasal 9--13, di mana bentuk-bentuk keterlambatan meliputi (Pasal 9):
a. keterlambatan penerbangan (flight delayed)
b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passanger)
c. pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Di Pasal 10, disebutkan bahwa besaran ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan adalah:
a. keterlambatan lebih dari 4 jam diberikan ganti rugi sebesar Rp300.000/penumpang
b. ganti rugi sebesar Rp150.000 bila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan awal penumpang, dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara
c. dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan, atau bila terjadi penurunan kelas maka terhadap penumpang wajib memberikan uang kelebihan dari harga tiket.
Di Pasal 11 membahas bila penumpang tidak terangkut karena kapasitas pesawat penuh, maka maskapai wajib membelikan tiket dengan penerbangan lain dan memberikan konsumsi, akomodasi, serta biaya transpotasi bila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
Apabila tiket sama sekali dibatalkan oleh maskapai, Pasal 12 menjabarkan hal itu harus diumumkan minimal 7 hari sebelum penerbangan dan uang tiket wajib dikembalikan 100 persen.
Pasal 13 adalah pasal pengecualian. Pihak pengangkut boleh terlepas dari kewajiban atas ganti rugi, apabila keterlambatan disebabkan oleh faktor cuaca atau teknis operasional.
Faktor cuaca antara lain: hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang yang minim, dan kecepatan angin yang membahayakan penerbangan.
Sementara kendala teknis operasional adalah:
a. bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara
b. lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya semisal retak, banjir, atau kebakaran
c. terjadi antrian pesawat lepas landas, mendarat, atau alokasi waktu keberangkatan di bandara
d. keterlambatan pengisian bahan bakar.
Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015