Kendati hampir sepanjang pagi hingga siang hari hujan gerimis, dan terkadang lebat mengguyur "kota seribu sungai" Banjarmasin, penganut ajaran Konghucu atau Konfusius tetap ramai bersembahnyang di klenteng.
Di ibu kota provinsi itu, sejak masa Hindia Belanda ada dua klenteng bagi persembahyangan kaum Tionghoa, di Jalan Niaga, serta ujung Jalan Veteran dan Kapten P Tendean yang dulu terkenal dengan nama Pacinan Banjarmasin.
Persembahyangan warga Tionghoa yang masih menganut ajaran Konfusius itu, sudah ramai di klenteng sejak beberapa hari sebelum timba tahun baru Imlek 2566 atau Tahun Kaming Kayu.
Namun suasana yang lebih ramai melakukan persembahyangan di klenteng, sejak sore hari sehari menjelang tibanya tahun baru Imlek tersebut dan sepanjang pagi Hari Raya kaum Tionghoa itu.
Kegiatan persembahyangan pada dua klenteng tersebut berjalan lancar atau tanpa ada gangguang keamanan, dan jamaahnya buka saja yang tinggal di kota seribu sungai, tapi juga dari luar kota Banjarmasin.
Persembahyangan bukan saja kaum dewasa, tapi juga remaja putra - putri, dan anak-anak sudah dikenalkan untuk menyembah sang maha pencipta dengan berpakaian baru.
Usai melakukan persembahyangan di antara mereka ada memberikan angpao kepada khalayak yang menyaksikan kegiatan mereka itu dari luar kleteng.
Pewarta: Syamsuddin Hasan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015